Jakarta, CNN Indonesia —
Komisi Penyelidikan Selandia Baru melaporkan sekitar 200 ribu anak, remaja, dan orang dewasa rentan mengalami pelecehan seksual di lembaga negara dan agama seperti panti asuhan selama 70 tahun terakhir.
Dalam laporan yang dirilis pada Rabu (24/7), komisi penyelidikan menyatakan dari sekitar 650.000 anak-anak, remaja, dan orang dewasa yang dirawat dari tahun 1950-2019, sekitar 200.000 di antaranya mengalami pelecehan dan kekerasan.
Para korban, selama enam tahun penyelidikan, mengaku telah mengalami pelecehan fisik, seksual, dan mental ketika dirawat di panti asuhan, lembaga asuh, rumah sakit jiwa, dan institusi lainnya.
Sejumlah anak menjadi sasaran sengat listrik hingga mengalami kejang. Sementara yang lain melaporkan bahwa mereka mengalami pelecahan seksual oleh pejabat gereja.
Para ibu muda bahkan dipaksa menyerahkan anak-anak mereka untuk diadopsi.
Dilansir dari AFP, beberapa korban pelecehan umumnya merupakan korban rasisme lantaran berasal dari etnis pribumi, Maori.
“Begitu dirawat, para penyintas dari etnis Maori mengalami perlakuan yang lebih keras di banyak tempat,” kata kepala penasihat penyelidikan, Arrun Soma.
Para pejabat pemerintah maupun lembaga agama disebut berupaya menutup-nutupi kasus ini dengan memindahkan pelaku ke lokasi lain maupun menyangkal kesalahan yang telah dilakukan. Akhirnya, banyak korban meninggal dunia sebelum mendapatkan keadilan, demikian dikutip dari CNN.
Komisi Penyelidikan Kerajaan telah memulai penyelidikan ini sejak 2018. Badan itu pun menelurkan 223 rekomendasi reformasi yang dijanjikan akan dipertimbangkan oleh pemerintah Perdana Menteri Christopher Luxon.
Beberapa rekomendasi di antaranya meminta permintaan maaf publik dari pemerintah Selandia Baru, serta dari Paus dan Uskup Agung Canterbury selaku pemimpin gereja Katolik dan Anglikan yang sebelumnya mengutuk pelecehan anak.
Komisi penyelidikan juga menyerukan kepada pemerintah untuk membentuk Badan Care Safe yang bertanggung jawab mengawasi lembaga-lembaga ini, serta membuat undang-undang baru yang mencakup pelaporan wajib atas dugaan pelecehan termasuk pengakuan yang dilakukan saat pengakuan agama.
Mengenai laporan ini, Luxon mengatakan perilisan laporan tersebut mewakili “hari yang kelam dan menyedihkan dalam sejarah Selandia Baru.”
“Sebagai masyarakat dan negara, kita seharusnya berbuat lebih baik. Saya bertekad bahwa kita akan berbuat lebih baik,” kata Luxon.
Ia kemudian berjanji bahwa pemerintah bakal membuat permintaan maaf secara resmi pada 12 November mendatang.
(blq/bac)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA