Pemerintah Cemas Guyur Insentif Mobil Hybrid


Jakarta, CNN Indonesia

Usulan insentif pajak mobil hybrid di Indonesia masih terganjal banyak pertimbangan pemerintah sehingga sampai saat ini tak pernah terbit menjadi sebuah kebijakan baru.

Pertimbangan pertama, jelas Asisten Deputi Pengembangan Industri Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko Bidang Perekonomian Ekko Harjanto, karena saat ini pemerintah telah menandatangani COP 12 yang merupakan konferensi perubahan iklim terkait upaya menurunkan karbon dioksida hingga 2038 dengan cara sendiri dan berlanjut ke 2060 melalui bantuan internasional.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ekko bilang komitmen pemerintah terkait upaya penurunan karbon dioksida global telah dimulai dengan cara memasifkan pengguna mobil listrik berbasis baterai di Indonesia.

Pemerintah juga langsung menelurkan banyak kebijakan untuk mempermudah kepemilikan dan penggunaan mobil listrik di Indonesia, salah satunya menanggung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari semestinya 11 persen menjadi satu persen.

“Nah di situ kami ada kebijakan PPN ditanggung pemerintah jadi cuma 1 persen dari 11 persen. Nah keberpihakan kebijakan pemerintah saat ini masih di BEV,” kata Ekko di GIIAS 2024, ICE BSD, Kamis (25/7).

Sedangkan untuk mobil hybrid, ia mengakui pemerintah belum membuat keputusan apapun soal insentif meski diakui kendaraan jenis itu juga memberi kontribusi positif terhadap lingkungan.

“Nah sementara untuk hybrid juga berperan mengurangi emisi karbon. Nah kami dari Kemenko Perekonomian sedang mengkaji, bahkan mungkin teman Gaikindo sudah mengundang untuk sama-sama me-review, walau belum secara resmi,” ucap Ekko.

Menguap?

Ekko mengatakan pertimbangan berikutnya berada pada sisi penjualan. Ia mengatakan pasar mobil hybrid saat ini sudah jauh lebih berkembang dari mobil listrik berbasis baterai meski pemerintah belum memberi dukungan insentif baik fiskal maupun nonfiskal.

Berdasarkan data Gaikindo pada 2023, penjualan mobil hybrid mencapai 54.179 unit. Data itu hanya meliputi model hybrid electric vehicle (HEV), belum termasuk plug-in hybrid electric vehicle (PHEV), sebanyak 128 unit.

Bila dibanding 2022, penjualan mobil hybrid 2023 tumbuh 523 persen atau naik lima kali lipat.

Sementara penjualan mobil listrik murni hanya 17.051 unit. Kenaikan dibanding 2022 nyaris 40 persen, lebih kecil dari mobil hybrid.

“Nah untuk hybrid belum ada keistimewaan saja, untuk (Toyota) Zenix, itu lakunya luar biasa, kemudian (Suzuki) XL7 juga luar biasa. Artinya untuk BEV belum bisa ngejar hybrid,” ungkap Ekko.

Atas kondisi itu Ekko mengatakan pemerintah lantas berpikir dua kali sebelum memberi insentif mobil hybrid sebab dikhawatirkan dapat mengganggu rencana awal pemerintah menurunkan emisi karbon melalui penggunaan mobil listrik berbasis baterai.

Kendati begitu, ia belum mengungkap secara jelas apakah pemerintah bakal menolak usulan insentif pajak mobil hybrid atau tidak.

“Jadi kalau pukul rata sama-sama diberlakukan (insentif), waduh BEV semakin sulit. Padahal salah satu latar belakang kita memberikan pengurangan karbon. Jadi pemerintah saat mengambil kebijakan banyak pertimbangan yang diperhitungkan,” kata dia

“Tapi intinya kami di pemerintahan tetap menggunakan insentif perpajakan untuk mendorong kemajuan dari industri,” ucap Ekko menambahkan.

(ryh/fea)


Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA