Jakarta, CNN Indonesia —
Seorang ulama besar muslim Turki, Fethullah Gulen, meninggal dunia di Amerika Serikat pada Minggu (20/10) malam. Al Jazeera melaporkan bahwa Gulen meninggal di usia 83 tahun.
Gulen lahir di Erzurum, Turki, pada 27 April 1941. Ia dikenal sebagai cendekiawan muslim yang sangat berpengaruh di negaranya. Sebab, ia punya organisasi yang sering memberikan bantuan-bantuan kemanusiaan bernama Hizmet.
Sejak kecil, Gulen sudah pandai membaca dan menghafal Al-Quran. Pada 1959, ia diangkat menjadi imam besar di masjid agung yang ada di Erdine. Nama Gulen di Turki pun kian naik daun saat dirinya menjadi pendakwah besar pada 1960.
Gulen pernah menjadi sekutu politik Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, selama beberapa tahun. Ia selalu menjadi orang di balik kesuksesan Erdogan selama memimpin Turki.
Namun, hubungan Gulen dan Erdogan mulai retak saat dirinya diduga terlibat kasus korupsi pada 2013. Hubungan keduanya kemudian makin rusak lantaran Gulen diduga menjadi “otak” di balik upaya kudeta Erdogan sebagai Presiden Turki pada 2016 silam.
Saat itu, Erdogan mengeklaim bahwa Gulen dan Hizmet telah bertanggung jawab dalam upaya kudeta terhadap dirinya. Erdogan juga menyebut organisasi tersebut seperti “kanker” yang kala itu mengganggu stabilitas politik di Turki.
Meskipun akhirnya gagal, upaya kudeta Erdogan sebagai Presiden Turki pada 2016 dilaporkan telah menewaskan sekitar 250 orang. Selain itu, upaya kudeta ini juga membuat Turki dilanda kerusuhan di mana-mana.
Usai gagal melakukan kudeta, organisasi Hizmet yang dipimpin Gulen pun dibubarkan oleh pemerintah Turki. Selain itu, ratusan sekolah, media, dan perusahaan yang diduga berafiliasi dengan organisasi tersebut juga ikut ditutup.
Gulen bahwa dirinya pernah terlibat dalam upaya kudeta Presiden Turki pada 2016.
Ia menilai tuduhan tersebut sebagai tuduhan tidak berdasar yang telah menurunkan martabat dan harga dirinya. Selain itu, Gulen juga sangat mengutuk upaya kudeta tersebut.
“Sebagai seseorang yang menderita berbagai kudeta militer selama lima dekade terakhir, sungguh menghina dituduh memiliki hubungan apa pun dengan upaya semacam itu,” kata Gulen dilansir The Strait Times.
Gulen sendiri sudah berada di AS untuk melakukan perawatan medis sejak lama. Namun, dia menolak pulang ke Turki karena menghindar dari upaya penyelidikan pemerintah terhadap kasus kudeta 2016.
Ankara juga sudah beberapa kali mencoba memulangkan Gulen dari Negeri Paman Sam. Namun, upaya itu selalu gagal lantaran Gulen sering mengalami masalah kesehatan.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA