Daftar Isi
Jakarta, CNN Indonesia —
Sebagian besar Jawa diprediksi punya curah hujan rendah di saat La Nina berpeluang cukup besar mulai muncul. Sebaliknya, Papua hingga Maluku diprakirakan bakal amat basah.
Sejak Mei, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap beberapa wilayah Indonesia sudah mulai dilanda musim kemarau.
Bulan lalu, beberapa wilayah yang sudah resmi dinyatakan memasuki musim kemarau ialah Bali, NTB, dan NTT.
Sementara, yang diprediksi masuk kemarau Juni antara lain Jakarta, sebagian kecil Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, sebagian Jawa Timur, sebagian kecil Maluku, sebagian Papua dan Papua Selatan.
Menurut Peta Prakiraan Curah Hujan Juli 2024 dari BMKG, beberapa wilayah RI dilanda kekeringan alias curah hujan rendah, terutama Jawa.
Berikut contoh-contoh daerahnya:
1. Curah hujan rendah
0-20 mm: Sebagian besar Jawa Timur, kawasan pantura Jabar dan Jateng, sebagian besar NTB dan NTT
20-50 mm: Mayoritas Jawa Tengah, Bali, sebagian Jawa Barat dan Banten, sebagian NTB
50-100 mm: Sebagian Jabar, Lampung, sebagian Sumatra Selatan, sebagian Jambi, bagian selatan Papua Selatan.
2. Curah hujan menengah
100-150 mm: Sebagian kecil Jabar (Bogor dan Pangandaran), separuh Sumsel, sebagian Jambi, mayoritas Riau, sebagian Sumbar dan Sumut, separuh Aceh, sebagian Kalteng
150-200 mm: Mayoritas Kalimantan, sebagian besar Sulawesi
200-300 mm: Sebagian Kalbar, sebagian kecil Kalteng, sebagian Kaltim, mayoritas Kaltara, sebagian besar Sulsel, sebagian Sulteng
3. Curah hujan tinggi
300-400 mm: Sebagian Maluku dan Maluku Utara, sebagian Papua Barat Daya, Papua Selaran.
400-500 mm: Papua Tengah, Papua Utara.
4. Sangat tinggi
>500 mm: Maluku, mayoritas Papua Barat Daya, sebagian Papua Tengah
Masih hujan
Saat kemarau makin melanda, beberapa wilayah masih diprediksi dilanda hujan sedang hingga lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang setidaknya hingga 4 Juli.
Di antaranya ialah Aceh, Sumut, Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, DI Yogyakarta, Jatim, Kalbar, Kalimantan Tengah, Sulsel, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan mayoritas Papua.
BMKG menyebut ini akibat beberapa pengaruh fenomena atmosfer.
Pertama, gelombang atmosfer Rossby Ekuatorial yang memengaruhi kondisi di Sumatra Kalimantan, NTB, NTT, Sulawesi Tengah, hingga Maluku dan Papua Selatan.
Kedua, gelombang Kelvin di Sumatra bagian utara, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua Pegunungan.
Ketiga, Bibit Siklon Tropis 98W yang terpantau berada di Laut Filipina, yang memengaruhi curah hujan Maluku dan Papua.
Ada pula daerah konvergensi yang terpantau memanjang dari Selat Malaka, Riau, Sumbar, Sulsel, Selat Sunda, Kalbar, hingga Papua. Selain itu, labilitas lokal kuat yang mendukung proses konvektif atau pembentukan awan hujan di sebagian besar Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua.
La Nina
Di belahan Bumi lainnya, fenomena iklim yang memicu peningkatan curah hujan, La Nina, diprediksi mulai berkembang Juli.
Badan Kelautan dan Atmosfer AS (NOAA) menyebut saat ini kondisi El Nino Southern Oscillation (ENSO), yang mencakup anomali iklim El Nino dan La Nina, memang dalam kondisi netral.
Namun, “La Nina cenderung terjadi pada Juli-September (kemungkinan 65 persen) dan terus berlanjut,” kata lembaga.
Potensi berkembangnya La Nina ini meningkat di akhir tahun 2024 hingga awal 2025. “Kemungkinan 85 persen selama November-Januari,” tutup NOAA.
[Gambas:Video CNN]
(tim/arh)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA