Jakarta, CNN Indonesia —
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) mengaku sudah berubah dan berbenah saat meminta penyertaan modal negara (PMN) Rp10 triliun. Direksi lama diganti hingga melakukan PHK massal dan menggantinya dengan tenaga profesional dari luar.
Direktur Eksekutif LPEI Rijani Tirtoso mengakui memang ada kesalahan tata kelola di lembaga tersebut. Akan tetapi, ia menegaskan itu terjadi terjadi sebelum 2018.
“LPEI saat ini sudah berubah dari LPEI masa lalu. Sudah dilakukan perubahan atau pergantian terhadap seluruh dewan direksi, direktur eksekutif, direktur pelaksana, dan manajemen senior menjadi profesional banker yang saat ini tidak terdapat lagi pengurus terkait permasalahan kualitas aset di masa lalu,” klaim Rijani dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta Pusat, Senin (1/7).
“Di level bawahnya, kepala divisi ke bawah dari 2020 sampai Juni 2024, sudah 224 orang pegawai yang kita masukkan dalam program pemutusan hubungan kerja (PHK), pensiun dini, atau kita mintakan untuk resign dan diganti dengan profesional bankir dari eksternal,” sambungnya.
Selain merombak direksi dan melakukan PHK massal, Rijani mengatakan sudah memperbaiki kesalahan di masa lalu. Ia mencontohkan bagaimana cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang kini sudah cukup, sehingga net-non performing loan (NPL) perusahaan berada di kisaran 4 persen.
Ia menekankan sangat serius menyelesaikan kasus aset bermasalah. LPEI sudah bisa meng-upgrade Rp23 triliun uang nasabah pada 2019-2023, melakukan recovery dan collection sebesar Rp3 triliun, dan write off Rp5 triliun.
“Khusus untuk periode 2024, collection sudah tercatat Rp1,5 triliun. Dan kita harapkan program collection bersama dengan jaksa agung muda bidang tata usaha negara (Jamdatun), kita ada kerja sama dengan Kejagung, dalam hal ini akan memberikan hasil yang lebih maksimal, khususnya untuk collection dan penyelesaian kredit melalui penjualan aset,” tuturnya.
Rijani juga mengatakan sudah memetakan empat klaster untuk penyelesaian aset bermasalah dengan total nilai outstanding Rp55,7 triliun.
Pertama, LPEI akan melakukan strategi pencarian investor sebanyak 35 debitur dengan outstanding Rp13,6 triliun. Kedua, collection dan penjualan aset 165 debitur dengan outstanding Rp19,6 triliun.
Ketiga, recovery maksimal atas 84 debitur dengan outstanding Rp16,5 triliun. Keempat, klaster yang berfokus pada legal action terhadap 15 debitur dengan outstanding Rp6 triliun.
Pada rapat sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani dicecar Komisi XI DPR RI mengenai alasan mengajukan PMN untuk LPEI meski lembaga ini tengah tersandung kasus dugaan korupsi Rp2,5 triliun.
Dugaan korupsi ini dikantongi dari hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Kemenkeu, dan Jamdatun Kejaksaan Agung.
Ada empat perusahaan yang terseret dalam kasus korupsi yang diduga terjadi sejak 2019. Keempat perusahaan itu adalah PT RII dengan dugaan fraud sebesar Rp1,8 triliun, PT SMR sebesar Rp216 miliar, PT SRI sebesar Rp1,44 miliar, dan PT PRS sebesar Rp305 miliar.
“PMN tunai kepada LPEI sebesar Rp10 triliun yang akan digunakan untuk melaksanakan penugasan khusus ekspor (PKE), yang akan diberikan oleh pemerintah untuk peningkatan dari kapasitas 8 PKE dan juga penambahan 4 PKE baru,” jelas Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Rionald Silaban dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI.
“Memang LPEI mengalami permasalahan di masa lalu. Salah satu upaya yang telah dilakukan Ibu Menteri Keuangan (Sri Mulyani) adalah melakukan kerja sama dengan aparat penegak hukum untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut. Namun, di sisi lain, kita mengetahui bahwa LPEI harus terus menjalankan PKE sehingga hal ini perlu di-support oleh PMN,” sambungnya.
[Gambas:Video CNN]
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA