TNI mengusulkan Pasal 39 huruf C dalam revisi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang mengatur tentang larangan prajurit untuk terlibat dalam kegiatan bisnis dihapuskan.
Pasal 39 UU TNI mengatur empat kegiatan yang dilarang bagi prajurit TNI untuk terlibat, yaitu; kegiatan menjadi anggota partai politik, kegiatan politik praktis, kegiatan bisnis, dan kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya.
Sejumlah petinggi TNI memiliki alasan yang tak jauh berbeda terkait usulan TNI boleh berbisnis. Mereka mengatakan banyak prajurit yang selama ini telah memiliki usaha kecil di luar waktu dinas.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Nugraha Gumilar mengatakan tak sedikit prajurit aktif yang memiliki usaha warung, toko kelontong, hingga ternak ayam.
Sementara Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) Laksda TNI Kresno Buntoro mengklaim kerap membantu istrinya yang membuka warung. Menurutnya, ia bisa terkena sanksi jika pasal tersebut masih dipertahankan.
“Istri saya, saya kan pasti mau nggak mau terlibat. Wong, aku nganter belanja dan sebagainya. Terus apakah ini eksis? sekarang, kalau saya diperiksa saya bisa kena. Oleh karena itu kita sarankan ini dibuang,” kata Kresno.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak meminta masyarakat tak perlu khawatir soal rencana ini. Ia pun menyebut pasal larangan berbisnis rancu.
“Jadi kalau kita berbisnis, kata-kata bisnis itu bagaimana? Kalau misalnya kita buka warung, apa berbisnis itu? Ya kan? Kalau misalnya jual beli motor atau apa, ya kalau dia belinya benar, tidak menggunakan itu ya. Jadi berbisnis ya bisnis,” kata Maruli, Selasa (16/7).
Usulan itu pun telah ditolak oleh Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid. Ia menegaskan prajurit TNI hanya boleh berbisnis dalam bentuk koperasi.
“Tidak boleh berbisnis. Jika bentuk Koperasi resmi masih dimungkinkan untuk kesejahteraan prajurit saja. Tapi bisnis tidak boleh,” kata Meutya.
Pengamat Militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan aturan yang melarang TNI untuk berbisnis telah didasarkan pertimbangan yang matang.
Fahmi menjelaskan larangan tersebut justru diatur untuk menjaga agar TNI tetap profesional hingga untuk menghindari konflik kepentingan.
Fahmi menyebut prajurit TNI yang diperbolehkan untuk berbisnis akan membuyarkan perhatian prajurit dari tugas pokok mereka untuk menjaga pertahanan.
“TNI perlu fokus pada fungsinya sebagai komponen utama pertahanan,” kata Fahmi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (16/7) malam.
Ia juga menyebut konflik kepentingan rentan terjadi jika prajurit TNI diperbolehkan untuk berbisnis.
“Kebijakan, keputusan dan langkah TNI berpeluang dipengaruhi oleh kepentingan bisnis daripada kepentingan nasional,” ujarnya.
Berlanjut ke halaman berikutnya…
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA