Surabaya, CNN Indonesia —
Kawasan Wisata Gunung Bromo diterjang pusaran angin bak tornado yang membumbung tinggi terlihat menerbangkan pasir dan debu. Pakar menyebut ini merupakan fenomena dust devil.
Hal itu terekam dalam video dan beredar di media sosial.
Ketua Tim Data Evaluasi Kehumasan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS), Hendra mengatakan, peristiwa itu terjadi, Sabtu (13/7).
“Fenomena ini merupakan hal biasa yang terjadi di kawasan lautan pasir Bromo dan sekitar terutama saat musim panas dan kering,” kata Hendra melalui keterangannya, Rabu (17/2).
Fenomena ini, kata Hendra, dikenal sebagai ‘dust devil’. Secara visual tampak seperti pusaran angin mirip seperti tornado yang membawa debu dan pasir, namun dengan ukuran yang relatif lebih kecil.
Hendra mengatakan fenomena ini pada umumnya terjadi di daerah yang memiliki lapisan pasir dan debu seperti daerah gurun atau padang pasir.
Meski demikian, Hendra mengatakan tak ada korban jiwa, korban luka-luka ataupun kerusakan akibat kejadian ini.
“Dust devil pada umumnya tidak dianggap berbahaya karena kecepatan angin dari dust devil cenderung lebih rendah daripada tornado. Namun, apabila berada terlalu dekat dengan dust devil, debu dan pasir yang terangkat oleh angin akan sangat mengganggu,” katanya.
Meski tidak berbahaya, pihak BB TNBTS menyarankan agar pengunjung untuk menghindari atau menjauh jika melihatnya.
Jika terlanjur berada sangat dekat dengan pusaran angin tersebut, disarankan untuk diam sejenak sambil menutup mata dan melindungi hidung atau saluran pernapasan hingga pusaran angin hilang.
Fenomena dust devil ini sendiri bukan yang pertama terlihat di Bromo. Pada 2023, pusaran angin muncul di lokasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Blok Savana atau Bukit Teletubbies, Gunung Bromo, hingga membentuk ‘tornado api’.
“Fenomena tersebut mirip dengan dust devil,” kata Koordinator Bidang Data dan Informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kelas I Juanda, Teguh Tri Susanto, Senin (11/9/2023).
Fenomena dust devil, kata dia, terjadi saat udara kering yang sangat panas dan tidak stabil di permukaan tanah, naik dengan cepat melalui udara yang lebih dingin di atasnya.
Udara kering itu kemudian membentuk aliran berupa pusaran yang membawa debu, serpihan, atau puing-puing di sekitarnya, termasuk api.
“Namun objeknya dominan api, hal tersebut terjadi karena adanya pemanasan udara oleh api,” lanjut dia.
Sejumlah faktor yang memicu dust devil antara lain pemanasan Matahari pada permukaan tanah yang cukup intensif, jumlah tutupan awan yang sangat sedikit, lalu banyak debu dan pasir di permukaan tanah, serta kelembapan rendah dan keringnya tanah.
“Fenomena ini umum terjadi di tanah lapang yang minim hambatan, karena udara yang panas akan menyebabkan timbulnya pusat tekanan rendah yang menyebabkan terbentuknya pusaran udara dari udara di sekelilingnya yang lebih dingin,” jelas Teguh.
Ia menegaskan dust devil ini berbeda dengan puting beliung. Fenomena ini bukan disebabkan oleh awan cumulonimbus, berkecepatan lebih rendah, dan tak bersifat destruktif seperti tornado.
[Gambas:Video CNN]
(frd/arh)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA