Jakarta, CNN Indonesia —
Para ilmuwan menemukan logam unik berbentuk kentang dan bermuatan listrik bisa menghasilkan oksigen, yang biasanya berasal dari organisme hidup, di dasar Samudra Pasifik yang gelap.
Hal ini terungkap dalam studi yang diterbitkan di jurnal Nature Geoscience dengan sebagiannya didanai oleh The Metals Company dari Kanada, yang bertujuan untuk mulai menambang nodul (polymetallic nodule) di Clarion-Clipperton Zone (CCZ), dataran jurang antara Hawaii dan Meksiko, 2025.
Peneliti menyebut temuan mengejutkan ini memiliki banyak implikasi potensial dan bahkan mungkin memerlukan pemikiran ulang bagaimana kehidupan pertama kali dimulai di Bumi.
Penulis utama studi Andrew Sweetman dari Asosiasi Ilmu Kelautan Skotlandia (SAMS) mengatakan, dikutip dari AFP, penemuan ini menunjukkan bahwa “kehidupan bisa saja dimulai di tempat lain selain di darat”.
“Dan, jika proses ini terjadi di planet kita, apakah hal itu bisa membantu menciptakan habitat beroksigen di lautan lain seperti Enceladus dan Europa (dua bulannya Jupiter) dan memberikan peluang bagi keberadaan kehidupan?” tutur dia.
Sebelumnya, dikutip dari The Guardian, diperkirakan hanya makhluk hidup seperti tumbuhan dan alga yang mampu menghasilkan oksigen melalui fotosintesis, yang membutuhkan sinar Matahari.
Kini, empat kilometer di bawah permukaan Samudera Pasifik, yang tidak dapat dijangkau oleh sinar Matahari, endapan mineral kecil yang disebut nodul polimetalik telah tercatat menghasilkan apa yang disebut oksigen gelap untuk pertama kalinya.
Nodul yang menggumpal (sering disebut ‘baterai dalam batu) kaya akan logam seperti kobalt, nikel, tembaga, dan mangan, yang semuanya digunakan dalam baterai, telepon pintar, turbin angin, dan panel surya.
Nicholas Owens, direktur SAMS, mengatakan temuan ini adalah “salah satu temuan paling menarik dalam ilmu kelautan belakangan ini”.
Penemuan oksigen yang dihasilkan di luar fotosintesis “mengharuskan kita memikirkan kembali bagaimana evolusi kehidupan kompleks di planet ini mungkin bermula”, katanya.
“Pandangan konvensional adalah bahwa oksigen pertama kali diproduksi sekitar 3 miliar tahun yang lalu oleh mikroba purba yang disebut cyanobacteria dan setelah itu terjadi perkembangan bertahap dalam kehidupan kompleks,” kata Owens.
Proses penemuan
Tim ilmuwan internasional mengirimkan sebuah kapal kecil ke lantai CCZ dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penambangan dapat mempengaruhi hewan-hewan aneh dan kurang dipahami yang hidup di tempat yang tidak dapat dijangkau oleh cahaya.
“Kami mencoba mengukur tingkat konsumsi oksigen di dasar laut,” kata Sweetman.
Untuk mendapat temuan ini, peneliti menggunakan alat yang disebut benthic chamber, yang meraup sekumpulan sedimen.
Biasanya, jumlah oksigen yang terperangkap di dalam ruangan ini “berkurang seiring dengan penggunaannya oleh organisme saat mereka bernafas.”
Kali ini, yang terjadi justru sebaliknya; jumlah oksigen meningkat. Hal ini tidak seharusnya terjadi dalam kegelapan total tanpa ada fotosintesis.
Fenomena ini sangat mengejutkan sehingga para peneliti awalnya mengira sensor bawah air mereka pasti sedang berkedip. Jadi mereka membawa beberapa nodul ke kapal mereka untuk mengulangi tes tersebut. Sekali lagi, jumlah oksigen meningkat.
Sweetman kemudian menggaet Franz Geiger, ahli elektrokimia di Northwestern University, Illinois, AS, buat bersama-sama menyelidiki lebih lanjut.
Dengan menggunakan alat yang disebut multimeter untuk mengukur tegangan kecil dan variasi tegangan, mereka mencatat pembacaan 0,95 volt dari permukaan nodul.
Di permukaan nodul, Sweetman mengatakan tim “secara menakjubkan menemukan tegangan yang hampir sama tingginya dengan tegangan pada baterai AA.”
Angka ini kurang dari tegangan 1,5 volt (yang kira-kira setara dengan muatan baterai AA) yang diperlukan untuk elektrolisis air laut (memecah air laut menjadi hidrogen dan oksigen).
Namun, nilai ini menunjukkan tegangan yang signifikan dapat terjadi ketika nodul-nodul berkumpul bersama.
“Tampaknya kami menemukan ‘geo-baterai’ alami,” kata Geiger, yang merupakan profesor kimia, dalam siaran persnya, dikutip dari CNN. “Geo-baterai ini adalah dasar untuk penjelasan yang mungkin mengenai produksi oksigen gelap di lautan.”
Konservasi daripada tambang
Survei Geologi AS (USGS) memperkirakan ada 21,1 miliar ton kering nodul polimetalik di zona ini, yang punya lebih banyak logam kritis dibandingkan gabungan cadangan di dunia.
Otoritas Dasar Laut Internasional (International Seabed Authority), berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut, mengatur pertambangan di wilayah tersebut dan telah mengeluarkan kontrak eksplorasi.
Namun, beberapa negara, termasuk Inggris dan Perancis, telah menyatakan kehati-hatiannya, mendukung moratorium atau larangan penambangan laut dalam untuk menjaga ekosistem laut dan melestarikan keanekaragaman hayati.
Awal bulan ini, Hawaii melarang penambangan laut dalam di perairan negara bagiannya.
Sweetman dan Geiger pun mengatakan industri pertambangan harus mempertimbangkan dampak dari penemuan baru ini sebelum mengeksploitasi nodul ini.
Craig Smith, profesor oseanografi di University of Hawaii, mengaku memilih untuk menghentikan penambangan nodul tersebut mengingat dampaknya terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati.
“Keanekaragaman fauna dasar laut di daerah yang kaya nodul lebih tinggi dibandingkan di hutan hujan tropis yang paling beragam,” ungkapnya.
[Gambas:Video CNN]
(tim/arh)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA