Naga, makhluk mitologi yang kerap muncul di dongeng hingga film fiksi, sering digambarkan sebagai makhluk mirip ular dan di beberapa cerita bisa menyemburkan api dari mulutnya. Lalu, jika naga memang ada di kehidupan nyata, bagaimana mereka dapat menyemburkan api dari mulutnya?
Pertanyaan ini kemudian coba dijawab oleh Mark Lorch, Profesor Komunikasi Sains dan Kimia, Universitas Hull.
Mark sempat berkontemplasi, jika naga memang ada mekanisme biologis dan reaksi kimia apa yang mungkin mereka gunakan untuk bisa menyemburkan api di kehidupan nyata. Ia pun mencoba menganalisis hal tersebut.
Mark, dalam tulisannya di The Conversation, menjelaskan untuk menyalakan dan mempertahankan nyala api membutuhkan tiga komponen; bahan bakar, zat pengoksidasi dan sumber panas untuk memulai dan mempertahankan pembakaran.
“Mari kita mulai dengan bahan bakar. Metana bisa menjadi kandidat. Hewan memproduksinya selama proses pencernaan,” kata Mark dalam tulisan di The Conversation, dikutip Kamis (11/7).
Menurut dia, naga berbahan bakar metana perlu memiliki pola makan dan sistem pencernaan yang lebih mirip dengan sapi untuk menghasilkan gas yang cukup untuk membakar sebuah kota.
Di sisi lain, terdapat masalah terkait penyimpanan gas metana. Menurut Mark sebuah tabung metana biasa mungkin memiliki tekanan 150 atmosfer, sementara usus hewan hanya dapat mentolerir sedikit di atas satu atmosfer.
Oleh karena itu, menurutnya, tidak ada dasar biologis bagi hewan non-laut untuk menyimpan gas di bawah tekanan tinggi.
Mark menjelaskan opsi yang lebih baik adalah cairan, dengan etanol bisa menjadi pilihan.
“Mungkin naga tersebut bisa menyimpan tong berisi ragi yang difermentasi di dalam usus mereka, atau bisa memiliki sistem metabolisme yang mirip dengan anak ikan Devil’s Hole, yang hidup di sumber air panas di Nevada, Amerika Serikat. Dalam kondisi oksigen rendah, ikan-ikan ini beralih ke bentuk respirasi yang menghasilkan etanol,” jelas Mark.
Kendati begitu, penyimpanan sekali lagi menjadi masalah. Menurut Mark etanol bisa dengan cepat melewati membran biologis, sehingga menjaganya tetap pada konsentrasi tinggi dan siap untuk digunakan pada sinyal “api naga” akan membutuhkan biologi dunia lain.
Oleh karena itu, jika tetap berpegang pada penjelasan dengan satu pijakan biologi dunia nyata, pilihannnya adalah sesuatu yang berbasis minyak. Menurutnya minyak bisa menjadi sumber api yang menderu-deru dan ada dasar biologis untuk hal ini pada burung camar jenis fulmar.
Mark mengatakan burung-burung ini menghasilkan minyak perut yang kaya energi yang dimuntahkan untuk memberi makan anak-anak mereka. Minyak tersebut juga berfungsi sebagai pencegah.
Saat terancam, fulmar memuntahkan minyak yang lengket dan berbau itu ke arah predator. Untungnya, burung camar belum berevolusi untuk menyalakan muntahannya.
Proses naga menyalakan api di halaman berikutnya…
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA