Jakarta, CNN Indonesia —
Penelitian baru yang menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk memantau dampak perubahan iklim terhadap perputaran Bumi menunjukkan durasi hari semakin panjang dan planet bakal semakin goyah.
Selama beberapa dekade terakhir, laju hilangnya es di kawasan kutub Bumi, khususnya Greenland dan Antartika, meningkat pesat akibat pemanasan global, yang menyebabkan naiknya permukaan air laut.
Sebagian besar kelebihan air ini terakumulasi di dekat khatulistiwa, menyebabkan planet kita sedikit menggembung di bagian tengahnya.
Hal ini, pada gilirannya, memperlambat perputaran planet karena lebih banyak beban yang didistribusikan lebih jauh dari pusat planet. Ini mirip dengan bagaimana pemain skateboard yang berputar melambat dengan menggerakkan lengan menjauh dari tubuh mereka.
Pada awalnya, perubahan-perubahan ini tidak terlihat oleh kita. Namun, peneliti memperingatkan, ini bisa menimbulkan dampak serius, termasuk memaksa kita untuk menerapkan detik kabisat negatif, mengganggu perjalanan luar angkasa, dan mengubah inti dalam Bumi.
Sehari di Bumi berlangsung sekitar 86.400 detik. Namun, waktu pasti yang dibutuhkan planet kita untuk menyelesaikan satu rotasi dapat berubah sepersekian milidetik setiap tahun karena sejumlah faktor.
Contohnya, pergerakan lempeng tektonik, perubahan rotasi inti, dan tarikan gravitasi dari Bulan.
Namun, perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia adalah faktor lain yang dapat mengubah durasi hari-hari kita, dan para ilmuwan baru mulai menyadari betapa hal ini akan berdampak pada putaran planet kita di beberapa tahun ke depan.
Memakai AI
Dalam studi baru yang diterbitkan di jurnal PNAS, 15 Juli, para peneliti menggunakan program kecerdasan buatan canggih yang menggabungkan data dunia nyata dengan hukum fisika untuk memprediksi bagaimana putaran planet akan berubah seiring waktu.
Hasil ini mendukung penelitian serupa yang diterbitkan pada Maret, yang menyatakan bahwa hari-hari di bumi akan bertambah panjang di masa depan.
Namun, studi baru ini menawarkan perkiraan yang jauh lebih akurat tentang bagaimana hari-hari akan bertambah panjang seiring berjalannya waktu.
Tim peneliti yang sama di balik makalah baru ini juga merilis penelitian lain, yang diterbitkan pada 12 Juli di jurnal Nature Geoscience, yang menunjukkan bahwa peningkatan air di dekat khatulistiwa menggerakkan sumbu rotasi Bumi.
Hal ini membuat kutub magnet semakin menjauh dari porosnya setiap tahun.
Para ilmuwan sebelumnya menemukan bahwa dampak ini kemungkinan besar telah terjadi setidaknya selama tiga dekade terakhir. Namun, studi baru menunjukkan poros tersebut akan bergerak lebih jauh dari posisinya saat ini dibandingkan prediksi penelitian sebelumnya.
“Kita manusia mempunyai dampak yang lebih besar terhadap planet kita daripada yang kita sadari,” kata Benedikt Soja, ahli geodesi di ETH Zurich di Swiss, yang merupakan salah satu penulis dari kedua studi baru tersebut, dikutip dari LiveScience.
“Dan hal ini tentu saja memberikan tanggung jawab besar pada kita untuk masa depan planet kita.”
Rotasi melambat hingga efek astronaut
Panjang hari di Bumi selalu bervariasi. Sekitar 1 miliar tahun yang lalu, planet kita kemungkinan hanya membutuhkan waktu 19 jam untuk menyelesaikan satu rotasi (berputar pada porosnya), sebelum melambat menjadi 24 jam seperti yang kita alami saat ini.
Lama rotasi juga berubah dalam rentang waktu yang lebih pendek. Misalnya, pada 2020, Bumi berputar lebih cepat dibandingkan titik mana pun sejak pencatatan dimulai pada 1960.
Pada 2021, rotasi planet mulai melambat lagi meski kita mengalami hari terpendek yang pernah tercatat pada Juni 2022.
Secara umum, rotasi Bumi melambat selama ribuan tahun, terutama disebabkan oleh proses yang dikenal sebagai gesekan pasang surut Bulan, yaitu efek gravitasi bulan pada lautan yang menarik air menjauh dari kutub.
Saat ini, efek ini memperpanjang hari-hari kita sekitar 2,3 milidetik setiap abad. Studi baru menunjukkan bahwa perubahan iklim saat ini memperpanjang waktu hidup kita sekitar 1,3 milidetik setiap abad.
Namun, berdasarkan model suhu global saat ini, para peneliti memperkirakan perpanjangan waktu ini meningkat menjadi 2,6 milidetik per abad pada akhir abad 21.
Ini akan menjadikan efek terbesar perubahan iklim terhadap perputaran planet kita.
Salah satu dampak yang paling mungkin terjadi dari hari yang lebih panjang adalah perlunya memperkenalkan detik kabisat negatif (kadang kita kehilangan satu detik dari beberapa hari di masa depan untuk mengakomodasi hari yang diperpanjang), serupa dengan cara kerja tahun kabisat.
Studi yang dilakukan pada Maret menunjukkan bahwa hal ini mungkin perlu mulai dilakukan pada 2029, terutama untuk mengakomodasi berapa lama hari telah diperpanjang selama beberapa milenium terakhir.
Para peneliti studi terbaru ini juga mencatat bahwa perubahan di masa depan dapat berdampak pada perjalanan luar angkasa.
“Bahkan jika rotasi bumi hanya berubah secara perlahan, efek ini harus diperhitungkan ketika melakukan navigasi di luar angkasa – misalnya, ketika mengirim pesawat luar angkasa untuk mendarat di planet lain,” kata Soja.
Oleh karena itu, kata dia, penting untuk memantau perubahan ini dengan cermat.
Tim juga memperingatkan perubahan sumbu rotasi Bumi dapat mengubah rotasi inti Bumi, yang selanjutnya dapat meningkatkan durasi hari. Namun, potensi interaksi ini sebagian besar masih belum diketahui.
[Gambas:Video CNN]
(tim/arh)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA