Jakarta, CNN Indonesia —
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah mengkaji wacana menaikkan tarif KRL sebesar Rp1.000 sampai Rp2.000. Padahal, KRL adalah moda transportasi utama bagi pekerja di Tanah Air, khususnya kelas menengah ke bawah.
Membludaknya pengguna yang mengandalkan KRL bisa dilihat dari kepadatan alias desak-desakan di dalam gerbong. Mereka tampak seperti ‘pepes ikan’ di kala pagi hari saat jam-jam sibuk berangkat kerja, serta sore hari saat mereka pulang kerja.
Meski sebetulnya keberatan dengan rencana kenaikan ini, para pengguna KRL yang kerap disebut anak kereta (anker) memilih pasrah dan setuju. Namun, dengan syarat kenaikan itu harus sejalan dengan perbaikan sarana dan prasarana, mulai dari penambahan AC hingga gerbong.
Patricia, seorang karyawan swasta di Jakarta adalah salah satu contoh anker sejati yang rutin pakai KRL untuk berpergian. Ia setuju tarif KRL naik asalkan gerbongnya ditambah. Sebab, KRL adalah alat transportasi utama yang ia gunakan, namun lonjakan penumpang yang makin hari terus bertambah membutuhkan tambahan sarana.
“Sangat penting menambah gerbong KRL karena lonjakan penumpang di jam-jam tertentu. Sudah banyak kejadian penumpang sampai pingsan, sehingga penambahan rangkaian atau gerbong kereta sangat dibutuhkan,” curhatnya kepada CNNIndonesia.com.
Selain itu, Patricia yang menggunakan KRL untuk mobilitasnya yang pindah-pindah setiap harinya, bahkan sejak masih zaman kereta ekonomi tanpa AC, meminta agar pemerintah juga memperbanyak jadwal di jam sibuk, yakni pukul 06.00-08.00 WIB dan 16.00-18.00 WIB.
“Apalagi saya yang biasanya berganti kereta di Manggarai untuk ke daerah Sudirman, Tanah Abang atau Palmerah, yang menurut saya tidak efektif. Sebab, saya menunggu terlalu lama kereta yang ke daerah Sudirman atau Tanah Abang. Saat menunggu di Manggarai, bahkan sering terjadi penumpukan penumpang,” ceritanya.
Berdasarkan pengalamannya, pernah KRL yang ditumpanginya tidak bergerak lebih dari 10 menit tanpa alasan. Hal itu merugikan pekerja seperti dirinya yang mengejar waktu.
Selain itu, Patricia juga meminta pengelola untuk memaksimalkan dan memperbaiki fasilitas yang memudahkan penumpang, misalnya eskalator yang seringkali gangguan. Lift yang disediakan juga sering mati dan tidak bisa digunakan. Padahal, fasilitas tersebut sangat dibutuhkan, terutama bagi penumpang lansia hingga ibu hamil.
“Jika hal-hal tersebut tidak dipenuhi, saya rasa tidak worth it untuk menaikkan harga, ada harga ada rupa. Jika tetap dinaikkan tetapi hal-hal tersebut tidak dipenuhi, ya apa boleh buat? Saya pun sangat bergantung dan akan tetap menggunakan KRL walau kecewa,” jelasnya.
Senada, Nicha (32) karyawan swasta di Jakarta juga setuju saja apabila tarif KRL dinaikkan dengan syarat perbaikan fasilitas. Sebab, sebagai anker yang menggunakan setiap hari, ia merasa banyak kekurangan di KRL Jabodetabek.
“Tapi kalau kondisi kayak sekarang, menurut saya tidak masalah naik Rp1.000, asal kereta nggak gangguan terus, jadwal tepat waktu, lift dan eskalator lancar, sama AC dingin,” kata Nicha.
Ia berpikir untuk beralih ke moda transportasi lain yakni LRT apabila kenaikan tarif KRL tak dibarengi syarat-syarat tadi. Meski lebih mahal, tapi ia LRT merasa lebih nyaman.
“Kalau untuk sekarang, karena rumah tidak begitu jauh sama stasiun KRL dan LRT, saya lebih memilih LRT biarpun lebih mahal. Tapi lebih nyaman dan nggak perlu desak-desakan kayak KRL,” jelasnya.
Anker sejati lainnya, Widya, juga sangat setuju dengan rencana kenaikan jika hanya Rp1.000 atau Rp2.000 lantaran masih terjangkau. Apalagi, KRL adalah transportasi umum yang mudah dan cepat.
“Menurut saya masih terjangkau ya, soalnya kan sekarang saja tuh kayaknya tarif termahal itu Rp15 ribu sudah jauh sekali sampai ke Rangkasbitung misal dari Pasar Minggu,” katanya.
Apalagi, saat ini, KRL sudah terintegrasi dengan KRL dan MRT, maka ia tak ada niat untuk beralih. Namun, ia tetap meminta ada perbaikan fasilitas yang diberikan.
“Hanya mungkin memang perlu diperbaiki itu, ya kadang kan penuh banget, walaupun di berita-berita katanya okupansinya belum 100 persen, tapi cobalah naik KRL pas peak hour kan kita ibaratnya jadi pepes, padet banget,” pungkasnya.
[Gambas:Video CNN]
(ldy/pta)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA