Jakarta, CNN Indonesia —
Fenomena full Buck Moon atau Bulan Purnama Rusa akan muncul pada akhir pekan ini, Minggu (21/7). Apa istimewanya Bulan purnama rusa ini?
Purnama pada bulan Juli atau yang juga dikenal sebagai Buck Moon akan mencapai puncaknya pada malam tanggal 21 Juli. Ini merupakan bulan purnama “biasa” terakhir sebelum parade empat “supermoon” berturut-turut menerangi langit.
Mengutip Planetarium Jakarta, dalam unggahannya di Instagram, purnama rusa ini akan memasuki waktu puncaknya pada Minggu (21/7) pukul 17.17 WIB. Kemudian, bulan akan terbit pada pukul 17.59 WIB, dan terbenam pada Senin (22/7) pukul 06.44 WIB.
Suku-suku asli Amerika menamai bulan purnama Juli sebagai Buck Moon karena tanduk baru yang muncul dari dahi rusa saat fenomena ini berlangsung, menurut Time and Date. Nama tradisional lainnya untuk bulan purnama Juli adalah Bulan Guntur dan Bulan Jerami.
Mengutip Live Science, suku Anishinaabeg menyebutnya Miin Giizis, atau Berry Moon, menurut Pusat Studi Penduduk Asli Amerika.
Bulan purnama selalu terbit di timur saat Matahari terbenam di barat; setelah bersinar sepanjang malam, Bulan purnama kemudian terbenam di barat saat Matahari terbit di timur.
Hal ini karena Bulan purnama terjadi saat Bumi berada di posisi sempurna di antara matahari dan bulan, dengan bulan yang sepenuhnya diterangi seperti yang terlihat dari Bumi. Menurut NASA, ada 29,53 hari di antara bulan purnama – periode yang disebut bulan sinodis.
Purnama Rusa akan menjadi purnama reguler terakhir sebelum fenomena empat purnama super. Bulan purnama berikutnya setelah Buck Moon adalah Sturgeon Moon pada hari Senin, 19 Agustus, yang akan menjadi supermoon pertama dari empat supermoon berturut-turut pada tahun 2024.
NASA menjelaskan jalur orbit bulan mengelilingi Bumi berbentuk agak lonjong, yang berarti setiap bulan, ada titik terdekat (perigee) dan titik terjauh (apogee). Ketika bulan purnama berada di dekat perigee, kadang-kadang disebut supermoon karena tampak sedikit lebih besar dan bersinar sedikit lebih terang.
Untuk bisa menyaksikan fenomena astronomi ini,pengamat bisa langsung mengarahkan pandangan sesuai arah terbit hingga terbenam Bulan di waktu yang sudah ditentukan.
Sebagaimana halnya fase purnama, fenomena langit ini dapat memicu pasang laut yang lebih tinggi dibandingkan dengan hari-hari biasanya.
Ini dikarenakan konfigurasi Matahari-Bumi-Bulan seharusnya dan mengakibatkan masing-masing gaya diferensial yang ditimbulkan memiliki arah yang sama.
Arah pada gaya diferensial berjumlah sepasang, menghadap dan membelakangi arah terhadap objek yang menimbulkan gaya pasang laut. Nelayan diimbau untuk tidak melaut antara dua hari sebelum dan sesudah puncak fenomena ini.
(tim/dmi)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA