Cara Kerja Gempa Megathrust, Pusat Gempa di Zona yang Lama Tak Geser


Jakarta, CNN Indonesia

Zona megathrust menjadi ancaman serius bagi Indonesia, terlebih di area yang sudah lama tak pecah. Lantas, bagaimana sebetulnya mekanisme kerja megathrust?

Megathrust adalah daerah pertemuan antar-lempeng tektonik Bumi yang berpotensi memicu gempa kuat dan tsunami dahsyat. Zona ini diprakirakan bisa ‘pecah’ secara berulang dengan jeda hingga ratusan tahun.

Di Indonesia, tercatat setidaknya ada 16 zona megathrust yang ada mulai dari ujung barat hingga ujung timur. Potensi guncangan terbesar ada di Megathrust Aceh-Andaman dengan kekuatan maksimal M 9,2.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Daryono, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), sempat mewanti-wanti potensi gempa megathrust di segmen yang sudah lama tak terjadi gempa (seismic gap).

Yakni, Megathrust Selat Sunda (M 8,7) dan Megathrust Mentawai-Suberut (M 8,9), yang terakhir kali gempa lebih dari dua abad lalu.

Naoki Uchida dari Tohoku University, Japan, dan Roland Bürgmann dari Department of Earth and Planetary Science, University of California, Berkeley, AS, pun memperlihatkan cara kerja megathrust pada gempa Tohoku-Oki dengan Magnitudo 9,1 pada 2011.

“Gempa bumi terbesar di dunia terjadi di megathrust,” ungkap kedua peneliti dalam wawancara dengan EOS.

“Megathrust juga berpotensi menghasilkan tsunami yang dahsyat karena pergerakan vertikal dasar laut yang besar yang terjadi selama gempa bumi.”

Masalahnya, kata mereka, sumber gempa ini sulit diamati lantaran lokasinya yang jauh di bawah lautan.

“Sumber gempa megathrust biasanya terletak di bawah laut, sehingga sulit untuk melakukan pengamatan terperinci berdasarkan pengukuran seismik, geodetik, dan geologi,” ujar keduanya.

Gempa yang menggoncang Tohoku sendiri merupakan gempa terbesar yang pernah tercatat sepanjang sejarah Jepang dan masuk dalam lima gempa bumi terbesar di dunia sejak ada pencatatan seismik.

Bencana ini merupakan peristiwa megathrust, yang terjadi di sepanjang Palung Jepang, lokasi tempat lempeng Pasifik menunjam ke bawah daratan Jepang.

Proses pecahnya megathrust

Uchida dan Bürgmann pun menjelaskan proses megathrust itu pecah.

Guncangan utama dimulai di dekat zona pergeseran sesar yang lambat dengan gempa-gempa pendahuluan pada antarmuka lempeng pada bulan-bulan sebelumnya dan gempa pendahuluan berkekuatan 7,3 skala Richter dua hari sebelumnya.

Selama sekitar 3 menit, slip sesar merambat untuk mengisi area pecah sekitar 300 x 200 kilometer, mengejar defisit pergeseran (slip deficit) yang telah terbentuk sejak gempa bumi Jyogan tahun 869 Masehi.

Slip deficit pada intinya adalah kondisi penguncian terhadap pergeseran lempeng. Ini mengakibatkan akumulasi pengumpulan energi dan berpotensi menimbulkan gempa.

Kedua peneliti melanjutkan pergeseran maksimum pada gempa Tohaku itu sekitar 60 meter dan terjadi di dekat parit. Tsunami serta guncangan gempa menyebabkan hampir 20.000 orang tewas di Jepang.

Lantaran gempa besar ini, pihaknya jadi bisa mempelajari siklus gempa megathrust.

“Prediksi yang meyakinkan dari kejadian tersebut tampaknya mustahil dalam waktu dekat,” aku kedua peneliti.

Namun, kata Uchida dan Bürgmann, “perkiraan gempa bumi operasional probabilistik yang diinformasikan oleh pengamatan terperinci tentang gempa bumi dan aktivitas slow-slip di Palung Jepang seharusnya dapat dilakukan dalam waktu dekat.”

Pasalnya, studi telah meningkatkan pemahaman tentang siklus gempa megathrust dan proses rekahan. Bahwa, pecahnya gempa terjadi di wilayah yang sudah lama tak bergeser.

“Model terperinci dari pergeseran gempa menunjukkan rekahan terjadi di area dengan defisit pergeseran antar-lempeng yang besar yang ditunjukkan oleh data geodetik pragempa,” ungkap para peneliti.

Ini dilengkapi dengan pengamatan dasar laut dengan memakai seismometer dasar laut (berkabel), pengukur tekanan, pengukuran GPS-Acoustic (yang menggunakan GPS permukaan laut dan pengukuran suara antara permukaan dan dasar laut untuk memperkirakan perpindahan dasar laut).

“Dan pengukuran jarak menggunakan gelombang suara dari kapal atau antara stasiun dasar laut.”

Ada pula prediksi dari survei geologi terhadap endapan tsunami di sepanjang pantai dan pengamatan endapan tanah longsor di dasar laut. Ini bisa mengungkapkan sejarah berulangnya tsunami dan gempa besar

“Pengamatan sedimen dasar laut menyediakan bukti gempa bumi megathrust besar purba dan historis,” kata keduanya.

Mengutip penjelasan pemerintah Kanada, waktu pengulangan gempa megathrust bervariasi dari satu zona subduksi ke zona subduksi lainnya.

Misalnya, di zona subduksi Cascadia, 13 kejadian megathrust telah diidentifikasi dalam 6000 tahun terakhir, rata-rata satu kejadian setiap 500 hingga 600 tahun.

Kendati begitu, kejadian-kejadian tersebut tidak terjadi secara teratur. Beberapa terjadi dalam waktu yang berdekatan seperti 200 tahun dan beberapa lainnya berjarak 800 tahun, dan yang terakhir terjadi 300 tahun yang lalu.

Untuk memastikannya, Pemerintah Kanadan menyebut cara untuk mengetahui bahwa kita akan mengalami gempa dahsyat imbas megathrust di masa depan, yakni lewat deformasi kerak bumi.

Deformasi kerak bumi dalam pola yang dapat diprediksi bisa dideteksi dengan pengukuran geodetik yang sangat teliti menggunakan GPS, pengukuran gravitasi mikro, hingga pengukuran jarak dengan menggunakan teknologi laser.

[Gambas:Video CNN]

(tim/dmi)


Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA