Jakarta, CNN Indonesia —
Pendiri dan pimpinan Telegram Pavel Durov resmi diserahkan ke pengadilan pada Rabu (28/8) setelah empat hari diinterogasi dalam tahanan oleh penyidik Prancis. Penyerahan itu diduga dilakukan sebelum penjatuhan dakwaan.
CNN pada Rabu (28/8) memberitakan kantor kejaksaan Paris mengatakan Pavel Durov akan menghadapi interogasi awal dan “kemungkinan dakwaan” pengadilan di ibu kota Prancis.
Pavel Durov kelahiran Rusia (39 tahun) ditangkap di bandara Le Bourget di luar Paris pada Sabtu (24/8) malam atas surat perintah terkait kurangnya moderasi Telegram.
Ia sedang diselidiki atas tuduhan yang berkaitan dengan sejumlah kejahatan, termasuk tuduhan platformnya terlibat dalam membantu penipu, pengedar narkoba, dan orang-orang yang menyebarkan pornografi anak.
Aplikasi Durov, dan kurangnya moderasi kontennya, juga telah diawasi karena penggunaannya oleh kelompok teroris dan ekstremis sayap kanan.
Ia telah ditahan hingga 96 jam, jumlah waktu maksimum seseorang dapat ditahan menurut hukum Prancis sebelum didakwa.
[Gambas:Video CNN]
Penangkapan Durov memicu pertikaian mengenai kebebasan berbicara, dan menimbulkan kekhawatiran khusus di Ukraina dan Rusia. Aplikasi itu sangat populer dan menjadi alat komunikasi utama di antara personel militer dan warga negara selama perang Moskow dengan negara tetangganya.
Kremlin telah berupaya meredakan kekhawatiran di Rusia tentang masa depan aplikasi tersebut, dengan juru bicara pemerintah Rusia Dmitry Peskov berusaha menghilangkan seruan bagi pengguna untuk menghapus pesan sensitif mereka di aplikasi tersebut.
Sementara itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Senin (26/8) mengatakan keputusan mengajukan tuntutan terhadap Durov “sama sekali tidak politis,” intervensi langka oleh seorang pemimpin Prancis ke dalam masalah peradilan.
Telegram diluncurkan pada 2013 oleh Durov dan saudaranya, Nikolai. Aplikasi itu sekarang memiliki lebih dari 950 juta pengguna, menurut sebuah posting dari Durov bulan lalu, menjadikannya salah satu platform pengiriman pesan yang paling banyak digunakan di dunia.
Percakapan di aplikasi tersebut dienkripsi, yang berarti bahwa lembaga penegak hukum – dan Telegram sendiri – memiliki sedikit pengawasan terhadap hal-hal yang diunggah pengguna di sana.
Durov lahir di Uni Soviet pada 1984, dan di usia 20-an dikenal sebagai “Mark Zuckerberg dari Rusia.” Ia meninggalkan negara itu pada 2014 dan sekarang tinggal di Dubai, tempat kantor pusat Telegram berada, sambil juga memegang kewarganegaraan Prancis.
Kekayaannya diperkirakan mencapai US$9,15 miliar, menurut Bloomberg, dan telah mempertahankan gaya hidup mewah dan berkeliling dunia selama dekade terakhir.
Meskipun Telegram mendapat pujian dari kelompok kebebasan berbicara dan memungkinkan komunikasi pribadi di negara-negara dengan rezim yang ketat, para kritikus mengatakan aplikasi tersebut juga jadi tempat orang-orang yang mengoordinasikan kegiatan terlarang, termasuk teroris yang merencanakan serangan teror Paris pada November 2015.
“Anda tidak dapat membuatnya aman terhadap penjahat dan terbuka untuk pemerintah,” kata Durov kepada CNN pada 2016. “Pilihannya antara aman atau tidak aman.”
(chri)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA