Bisnis  

Dirut Pabrik Tekstil BUMN Buka Suara usai Rumahkan Ratusan Karyawan


Yogyakarta, CNN Indonesia

Direktur Utama PT Primissima (Persero) Usmansyah buka suara perihal perusahaannya yang merumahkan ratusan karyawan hingga menunggak pembayaran gaji pegawai.

Usmansyah menyebut ada 425 karyawan yang dirumahkan sementara imbas krisis keuangan. Pasalnya, perusahaan sudah tidak punya modal kerja lagi untuk belanja bahan baku, serta membayar kebutuhan operasional sejak 2020.

Perusahaan tekstil pelat merah ini beberapa tahun belakangan hanya bekerja berdasar pesanan alias work order (WO), atau menggarap benang milik beberapa pihak menjadi kain. Implikasinya, omzet menurun drastis yang berbuntut pada ketidakmampuan perusahaan mencukupi gaji karyawan, bahkan listrik perusahaan.


Keputusan merumahkan karyawan dari bagian produksi, manajemen, sampai direksi diambil lantaran perusahaan tak mampu membayarkan gaji per bulan Mei 2024.

Mulai Juni, perusahaan masih mencoba mempertahankan operasional perusahaan sebenarnya dengan meliburkan karyawan selama 11 hari dan membayar gaji secara penuh.

“Tapi kalau libur gaji penuh, beban kami makin berat. Akhirnya terpaksa kami rumahkan karena kalau dibiarkan terus akan merugikan perusahaan dan karyawan,” kata Usmansyah ditemui di Sleman, DIY, Kamis (11/7).

“Itu yang belum digaji bukan cuma karyawan lho, direksi juga belum. Kalau globalnya, kami lima bulan enggak gajian, tapi enggak lima bulan sak-brek (berturut-turut) di bulan ini ada yang kurang berapa persen, bulan ini berapa persen,” sambungnya.

Perusahaan akhirnya merumahkan ratusan karyawannya tertanggal 12 Juni 2024. Namun, Usmansyah memastikan tetap membayarkan 25 persen dari total gaji untuk para karyawan yang dirumahkan dengan status terutang. Ia mempersilakan karyawan menuntut pelunasan apabila perusahaan sudah memiliki dana.

Kata Usmansyah, pemerintah melalui Perusahaan Pengelola Aset (PPA) sedang dalam proses memulihkan PT Primissima. Sebelum pinjaman modal kerja bisa dicairkan, diperlukan resrukturisasi aset dan efisiensi operasional agar pinjaman modal kerja mendatang mampu dijamin dan dikembalikan.

Menurut Usmansyah, para karyawan dirumahkan setidaknya sampai pinjaman modal kerja dan dana penyehatan untuk pembelian suku cadang mesin-mesin dipersiapkan untuk pencairannya, di samping penjaminan untuk modal kerja yang lebih besar juga sedang diproses oleh bank dan PPA.

“Perlu diketahui kenapa Primissima tidak menggunakan mekanisme pendanaan dari bank, enggak bisa karena sejak 2011 seluruh aset Primissima itu jadi jaminan utang di Bank Mandiri,” bebernya.

Usmansyah menerangkan aset perusahaan sekarang tercatat Rp180 miliar, sementara utang ke Bank Mandiri sekitar Rp55 miliar. Dengan besarnya jaminan, PPA kini melobi Bank Mandiri untuk mendapatkan jatah jaminan yang sebagian dipakai sebagai dana talangan ke perusahaan.

“Itu yang sekarang dilakukan, PPA sekarang juga sudah jalan menurunkan modal kerjanya. Kita berharap sebelum tanggal 20 talangan dari PPA akan banyak turun sehingga paling lambat tanggal 1 Agustus karywan sudah masuk lagi. Tapi, karena program efisiensi, nggak bisa semua karyawan masuk karena penghasilannya tidak akan meng-cover semua gaji karyawan,” paparnya.

Setelah karyawan yang dibutuhkan dipekerjakan kembali, harapannya hutang-hutang lama akan mulai dicicil pembayarannya.

Lebih jauh, Usmansyah juga meluruskan soal kabar 15 karyawan kena pemutusan hubungan kerja (PHK) serta penunggakan iuran BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan.

Usmansyah menekankan perusahaan tidak melakukan PHK kepada karyawannya apabila mereka tidak melakukan kesalahan yang bisa berakibat putus hubungan kerja.

Kata dia, kasus PHK 15 karyawan yang telah dilakukan adalah karena 13 orang dari mereka mangkir bekerja lebih dari enam hari walaupun telah dilakukan pemanggilan sehingga diberhentikan dengan tidak hormat. Sementara dua lainnya menyatakan mengundurkan diri.

Perihal BPJS Kesehatan, perusahaan selalu membayarkan iuran untuk menjamin proteksi kesehatan para karyawannya. Kendati, Usmansyah mengakui pernah terjadi keterlambatan 1 bulan pada Oktober 2023, namun sudah dilunasi di bulan berikutnya dan sampai saat ini.

“Kalau BPJS (ketenagakerjaan) kami akui untuk karyawan tetap belum dibayarkan sejak Februari 2020, kami dipanggil kejaksaan tiga kali, kami mediasi dengan BPJS. Tadinya mereka beranggapan kami nggak nyetor, tapi faktanya memang nggak ada duitnya, seolah-olah kita motong duit karyawan,” imbuhnya.

Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (K-SBSI) DIY sebelumnya mengungkap perusahaan pelat merah di Sleman itu telah merumahkan sekitar 500 karyawan bagian produksinya sejak 1 Juni 2024. Operasional perusahaan pun berhenti total mulai saat itu juga.

Ratusan karyawan itu dilaporkan juga tidak menerima gaji sepeser pun selama dirumahkan. Sedangkan, gaji Mei dan Juni 2024 belum dibayarkan perusahaan, demikian pula asuransi lain seperti BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan.

Selain ratusan karyawan itu, ada pula 15 pekerja lain yang sudah terlebih dahulu dikenakan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada November 2023 lalu. Pesangon mereka baru terbayarkan 30 persen dari total hak masing-masing.

Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Sleman sementara menyebut perusahaan sudah menunjukkan gejala-gejala laiknya BUMN tak sehat sejak lama. Perusahaan plat merah itu kian terlihat tak mampu keluar dari permasalahannya semenjak tiga tahun belakangan.

[Gambas:Video CNN]



Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA