Efek Seram Baterai Hp Hingga Mobil Listrik, Langgeng di Alam dan Badan


Jakarta, CNN Indonesia

Baterai ion litium (lithium-ion/Li-ion) yang dapat diisi ulang (rechargeable) yang digunakan di hp hingga mobil listrik berpotensi menjadi sumber bahan kimia pencemar tanah dan air ‘selamanya’.

Itu terungkap dalam studi kolaborasi para pakar AS, termasuk dari Texas Tech University dan Duke University, yang terbit di jurnal Nature, 8 Juli.

“Bahan kimia langgeng” ini mencakup ribuan jenis per- and polyfluoroalkyl substances (PFAS). Selama beberapa dekade, bahan ini digunakan untuk membuat produk yang lebih tahan air, noda, dan panas.


Baru-baru ini, subkelas PFAS tertentu yang disebut bis-perfluoroalkyl sulfonimides (bis-FASIs) digunakan sebagai elektrolit dan pengikat dalam baterai lithium-ion.

Menurut penelitian tersebut, Bis-FASIs ini ditemukan di tanah, sedimen, air, dan salju di sekitar fasilitas pabrik. Penulis juga menemukan zat ini dalam cairan yang tercuci dari tempat pembuangan sampah.

Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa baterai litium-ion merupakan vektor potensial polusi kimia yang kekal dari awal hingga akhir. Tanpa upaya khusus, masalah ini akan semakin besar seiring dengan semakin banyaknya penggunaan baterai ini.

“[Studi] ini jelas tidak dimaksudkan untuk menjadi anti energi bersih atau berkelanjutan. Ini benar-benar dimaksudkan untuk menyoroti, ‘Mari kita sertakan penilaian risiko lingkungan dari hal-hal yang kita gunakan dalam infrastruktur ini’,” kata penulis utama studi Jennifer Guelfo, asisten profesor teknik lingkungan di Texas Tech University, dikutip dari The Verge.

“Saya berharap hal ini akan mengarahkan lebih banyak perhatian terhadap senyawa-senyawa ini dan senyawa-senyawa serupa lainnya dalam penerapan yang muncul, baik dalam energi ramah lingkungan maupun elektronik konsumen,” tambah P. Lee Ferguson, penulis studi lain yang juga profesor teknik lingkungan di Duke University.

Temuan penelitian ini sendiri didasarkan pada sampel air, sedimen, dan tanah dari 87 lokasi berbeda di Minnesota, Kentucky, Belgia, dan Prancis, yang diambil antara Januari dan Oktober 2022.

Targetnya adalah area yang dekat dengan produsen bahan kimia, termasuk 3M dan Arkema.

Hasilnya, mereka menemukan konsentrasi bis-FASIs pada bagian per miliar (ppb) yang umum terjadi di dekat fasilitas manufaktur. “Bagian per miliar biasanya dikaitkan dengan suatu bentuk dampak,” kata Guelfo.

Sebagai perbandingan, kata dia, kontaminasi PFAS tersebut lebih sedikit dibandingkan yang mungkin Anda temukan di lingkungan akibat pelepasan busa pemadam kebakaran.

Tingkat PFAS mungkin berada pada bagian per juta (ppm) dalam skenario tersebut, sekitar seribu kali lebih tinggi daripada konsentrasi bis-FASIs yang biasanya ditemukan Guelfo dan rekannya di dekat pabrik.

Namun, kontaminasi yang mereka dokumentasikan masih jauh lebih tinggi dari batas yang ditetapkan Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA) 2024 untuk jenis PFAS lainnya dalam air minum.

Batasan badan tersebut adalah empat bagian per triliun (ppt) untuk dua jenis bahan kimia ‘kekal’ yang paling umum.

Efek bahan kimia kekal

Sejauh ini, belum ada peraturan khusus di AS untuk bis-FASIs, yang sudah lama tidak digunakan secara luas seperti jenis PFAS lainnya.

Karena PFAS digunakan dalam segala hal, mulai dari panci antilengket, kemasan makanan, pelindung kain, hingga benang gigi, jenis PFAS tertentu kemungkinan besar sudah masuk aliran darah sebagian besar orang Amerika.

Para ilmuwan masih mencoba memahami bagaimana paparan PFAS mempengaruhi manusia, dan bahkan lebih sedikit lagi yang diketahui tentang bis-FASIs secara spesifik.

Namun, melansir Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), penelitian terhadap jenis PFAS yang lebih umum mengaitkan paparan tinggi dengan risiko lebih tinggi terkena jenis kanker tertentu.

Selain itu, kerusakan hati, kolesterol tinggi, dan masalah kesehatan reproduksi, termasuk berat badan lahir bayi yang lebih rendah.

Bis-FASIs kemungkinan besar akan bertahan lama di lingkungan, menurut penelitian terbaru, namun berpotensi dibersihkan dengan menggunakan metode serupa untuk mengolah jenis bahan kimia lain yang selamanya ada dalam air minum.

“Saya berpendapat bahwa kita harus mengambil sikap proaktif dalam hal mitigasi pelepasan PFAS ke lingkungan daripada menunggu sampai kita melakukan penelitian toksikologi selama puluhan tahun dan berkata, ‘Hei, mungkin kita harus memitigasi pelepasan PFAS ini dalam air minum’,” kata Guelfo.

Merespons penelitian ini, 3M, yang menghadapi banyak tuntutan hukum karena memproduksi PFAS selama bertahun-tahun, mengaku berkomitmen untuk menghentikan penggunaan bahan kimia semacam ini pada akhir tahun depan.

Selain itu, melalui email, mereka mengaku terus membersihkan polusi di dekat fasilitas setelahnya. Itu termasuk tidak lagi memproduksi bis-FASIs.

Sementara, Arkema tidak segera menanggapi permintaan konfirmasi.

[Gambas:Video CNN]

(tim/arh)


Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA