Jakarta, CNN Indonesia —
Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan dan Krama Yudha Tiga Berlian Motors (KTB) kompak meminta kendaraan niaga berbasis listrik (EV) bebas melintas di seluruh wilayah Jabodetabek.
Director of Sales & Marketing Division KTB Aji Jaya agen pemegang merek Fuso di Indonesia, meminta dispensasi itu agar bisa menggairahkan pasar.
“Untuk kendaraan niaga ada beberapa peraturan yang beberapa ruas jalan di Jabodetabek ini tidak bisa dilalui oleh kendaraan niaga. Nah itu tentunya juga kami harapkan ada sedikit pembeda dengan kendaraan konvensional bahwa kendaraan listrik ini bisa beroperasi di seluruh jalan Jabodetabek,” kata dia di ICE, BSD, Selasa (23/7).
Aji menjelaskan insentif nonfiskal itu berkaca pada kesuksesan aturan pembebasan aturan ganjil genap untuk mobil penumpang berbasis listrik. Hal itu menjadi salah satu pemantik pasar kendaraan penumpang berbasis EV mulai ramai di pasaran.
“Untuk kendaraan listrik pemerintah sudah memberikan beberapa pembeda dengan kendaraan konvensional misalnya bisa melalui gage dengan bebas,” kata dia.
Mitsubishi Fuso sudah merilis kendaraan niaga EV yaitu eCanter di Indonesia. Jarak operasional sekali cas hanya bisa 140 kilometer, jadi dirasa cukup untuk kebutuhan bisnis di kawasan Jabodetabek.
Aji berharap dengan adanya dispensasi aturan perlintasan di Jabodetabek itu, para pebisnis bisa memanfaatkan truk listrik semaksimal mungkin untuk operasional mereka.
“Sebagai tahap awal eCanter ini kita pasarkan hanya di wilayah Jabodetabek karena infrastrukturnya sudah lebih lengkap dibanding daerah lain,” tuturnya.
Dibantu Kemenhub
Di tempat yang sama, Riftayosi Nursatyo Sudjoko Ketua Tim Rancang Bangun Kendaraan Bermotor Dirjen Hubungan Darat Kemenhub, menjelaskan pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan Jakarta perihal dispensasi tersebut.
“Kita akan coba berkoordinasi dengan Dishub DKI terkait dispensasi apakah bisa kendaraan-kendaraan listrik niaga ini bisa melintas di wilayah DKI yang untuk kendaraan konvensional tidak diizinkan,” kata dia di ICE, BSD, Selasa (23/7).
Riftayosi menjelaskan hal itu harus dilakukan sebagai salah satu bentuk merawat semangat peralihan kendaraan konvensional ke listrik.
Jika aturan dispensasi itu tidak segera diterapkan, maka, kata dia, pengembangan kendaraan listrik akan jalan di tempat dan tak ada privilese yang beda dengan kendaraan niaga konvensional.
“Itu memang kita harus lakukan. Kalau tidak, maka otomatis semangat kita untuk mengembangkan kendaraan listrik akan jalan di tempat, orang akan teresisten ternyata ‘oh ternyata tidak ada kemudahan’,” kata dia.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjadi dasar hukum yang mengatur operasional truk di Indonesia.
Pada Pasal 23 dalam undang-undang ini menyatakan pemerintah daerah dapat menetapkan waktu operasional bagi kendaraan berat berdasarkan kebutuhan dan kondisi lalu lintas di masing-masing daerah.
Dengan begitu, jadwal operasional truk bisa berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya, tergantung pada kebijakan pemerintah daerah setempat.
Tujuan utama dari pengaturan ini adalah untuk meningkatkan keselamatan jalan, mengurangi kemacetan, dan meminimalkan kerusakan jalan yang sering diakibatkan oleh beban berat truk.
Berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 89 Tahun 2020 tentang Pembatasan Lalu Lintas Kendaraan Angkutan Barang, terdapat ketentuan yang mengatur waktu operasional truk di wilayah Jakarta.
Seperti contohnya larangan melintas untuk truk di pagi hari pada pukul 06.00-09.00 dan 16.00-20.00 di jalan tol dalam kota.
(can/fea)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA