Jakarta, CNN Indonesia —
Kawasan Lembang, Bandung Barat, dulunya punya kondisi langit malam yang gelap tanpa polusi cahaya. Inilah alasan Observatorium Bosscha didirikan di sana lebih dari seabad lalu.
Observatorium Bosscha, yang dulu dikenal sebagai Bosscha Sterrenwacht, dibangun atas inisiasi Karel Albert Rudolf (K.A.R.) Bosscha.
Dibantu oleh kemenakannya, R.A. Kerkhoven dan seorang astronom Hindia Belanda, Joan George Erardus Gijsbertus Voûte, Bosscha menghimpun massa buat membentuk perkumpulan yang akan merealisasikan ide pembangunan observatorium.
Pada pertemuan di Hotel Homann Bandung, 12 September 1920, terbentuklah Perhimpunan Astronomi Hindia Belanda (Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereniging/NISV).
Tujuan jelas, “mendirikan dan memelihara sebuah observatorium astronomi di Hindia Belanda, dan memajukan ilmu astronomi”.
Karel Bosscha bersedia menjadi penyandang dana utama dan berjanji akan memberikan bantuan pembelian teropong bintang.
“Sebagai penghargaan atas jasa K.A.R. Bosscha dalam pembangunan observatorium ini, maka nama Bosscha diabadikan sebagai nama observatorium ini. Observatorium Bosscha diresmikan pada 1 Januari 1923,” demikian melansir keterangan Bosscha di situsnya.
Seabad kemudian, Bosscha makin tercemar oleh polusi cahaya dari perkotaan. Per Sabtu (13/7), lampu yang menyorot ke langit, yang menurut netizen berasal dari pasar malam di kawasan Geger Kalong, Bandung, ‘membutakan’ teleskop Bosscha.
Kenapa Bosscha mesti mendirikan observatorium itu di Lembang jika kini diteror cahaya kota?
Dua pakar dari Institut Teknologi Bandung, yakni Hendra Agus Prastyo dan Dhani Herdiwijaya, mengungkap alasan pemilihan Lembang sebagai lokasi observatorium itu.
“Pada awal pendirian Observatorium Bosscha, Lembang dipilih menjadi lokasi observatorium karena pada waktu itu, Lembang merupakan kawasan perbukitan yang dikelilingi oleh perkebunan teh dan memiliki langit malam yang gelap, sehingga ideal untuk pengamatan astronomi,” tutur mereka, dalam makalah ‘Analisis Dinamika Polusi Cahaya di Sekitar Observatorium Bosscha Berdasarkan Citra Satelit VIIRS-DNB’ (2018).
“Selain itu, lokasi Observatorium Bosscha merupakan lokasi yang strategis karena mencakup sebagian besar area langit utara dan selatan, mengingat hanya sedikit observatorium-observatorium di dunia yang berada di wilayah khatulistiwa.”
Hendra dan Dhani kemudian menyebut kondisi langit malam itu makin parah seiring pembangunan kota, setidaknya mulai akhir 1980.
“Kondisi langit malam di Observatorium Bosscha mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan adanya perkembangan kota-kota di sekitar Observatorium Bosscha, yaitu Kota Lembang dan Kota Bandung,” kata mereka.
Perkembangan kota-kota tersebut menyebabkan perubahan penggunaan lahan di sekitar Observatorium Bosscha, yaitu Kawasan Bandung Utara dari kawasan hutan, perkebunan, dan peternakan, menjadi kawasan lahan terbangun (permukiman dan perhotelan).
Kawasan permukiman dan hotel ini makin meluas dan membuat penggunaan cahaya artifisal untuk penerangan di malam hari makin masif. Efeknya, observatorium makin terganggu.
“Peningkatan jumlah cahaya artifisal untuk penerangan di malam hari tersebut menyebabkan polusi cahaya dan menghasilkan kubah cahaya di atas kota-kota sekitar Observatorium Bosscha,” tutur para penulis.
Batas kawasan
Memang, pemerintah sudah memberi sedikit regulasi buat melindungi observatorium yang operasionalnya ada di bawah Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITB itu.
Berikut dua peraturan yang secara eksplisit mencantumkan Observatorium Bosscha sebagai kawasan dan institusi yang perlu dilindungi fisik maupun fungsinya:
- Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara Sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa Barat.
- Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 45 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung.
Namun, aturan ini hanya punya keterbatasan dalam hal radius ‘kepungan’ permukiman terhadap observatorium.
Perda No. 2 Tahun 2016, misalnya, memberi pembatasan jenis lampu yang dipergunakan untuk penerangan luar, lampu hias, atau lampu iklan, dan mencantumkan kewajiban buat melindungi lampu-lampu luar agar tidak menyebar ke langit.
Masalahnya, zonasi Observatorium Bosscha, yang menjadi wilayah pembatasan itu, hanya terdiri dari zona inti dan zona dengan radius 2,5 km dari observatorium.
Larangan pendirian rumah susun, perumahan, dan bangunan tinggi pun hanya diterapkan pada radius 1 km dari Observatorium Bosscha.
Sementara, menurut penelitian Hendra dan Dhani itu, Bosscha sudah mengalami ‘kelumpuhan’ akibat peningkatan luas polusi cahaya kategori sedang dan tinggi dari arah selatan, yaitu Kota Bandung.
Bosscha sendiri berjarak sekitar 15 km dari wilayah pusat kota Bandung.
“Langit malam pada arah azimuth 90-270 derajat di Observatorium Bosscha relatif sudah tidak ideal sebagai lokasi pengamatan objek-objek astronomi,” kata peneliti.
[Gambas:Video CNN]
(tim/arh)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA