Singapura, CNN Indonesia —
Singapura tengah diguncang resesi seks dalam beberapa tahun terakhir. Angka kesuburan atau kelahiran (Total Fertility Rate/TFR) di Singapura pada 2023 hanya mencapai 0,97, jauh di bawah angka penggantian penduduk ideal yakni 2,1.
Ini merupakan angka terendah yang pernah dicapai Negeri Singa sepanjang sejarah. Singapura pun masuk di jajaran negara-negara yang mengalami penurunan tingkat kelahiran, seperti China, Korea Selatan, dan Jepang.
Menteri Sosial dan Pembangunan Keluarga; Menteri Kedua Kesehatan; dan Menteri Urusan Muslim Singapura Masagos Zulkifli membeberkan strategi untuk mengatasi tantangan demografi ini.
Masagos memaparkan Singapura memberikan sejumlah insentif bagi pasangan yang memiliki anak pertama, anak kedua, dan seterusnya.
“Kami mencoba banyak sekali kebijakan, termasuk memberikan insentif atau dukungan finansial untuk anak pertama, anak kedua, anak ketiga, dan seterusnya. Apakah itu berhasil? Kami belum tahu. Kami terus mencobanya,” kata Masagos kepada jurnalis Indonesia di Kementerian Sosial dan Pembangunan Keluarga Singapura, Rabu (22/1).
Berdasarkan laman Kementerian Sosial dan Pembangunan Keluarga Singapura, Negeri Singa memiliki Skema Bonus Bayi (Baby Bonus Scheme) yang memberikan uang tunai dan hibah untuk anak pertama hingga anak kelima dan seterusnya.
Bagi anak pertama dan kedua, akan diberikan uang tunai sebesar 11.000 SGD (sekitar Rp 132 juta) yang diserahkan berangsur-angsur dari mulai lahir, usia enam bulan, usia 12 bulan, usia 18 bulan, usia 2 tahun, sampai usia 6,5 tahun.
Kemudian, bagi anak ketiga, keempat, kelima, dan seterusnya akan diberikan 13.000 SGD (sekitar Rp156 juta) dengan angsuran usia serupa.
Mengenai hibah, yang disebut Child Development Account (CDA) First Step Grant, pemerintah akan memberikan pasangan suami istri (pasutri) bantuan yang diperuntukan bagi biaya prasekolah hingga perawatan kesehatan anak. Hibah senilai 5.000 SGD (sekitar Rp60 juta) ini diberikan kepada semua anak yang lahir mulai 14 Februari 2023.
Selain tunai dan hibah, Masagos juga mengatakan pemerintah Singapura mendorong kembali warisan budaya yang belakangan mulai terpinggirkan. Warisan budaya tersebut yaitu konsep sentralitas keluarga.
“Negara-negara Barat telah lama menekankan filosofi mereka mengenai individualisme. Dengan [munculnya] teknologi dan rasionalitas, kita juga mulai menerimanya. Namun, kita harus kembali ke warisan budaya kita, yaitu sentralitas keluarga,” ucap Masagos.
“Individualisme itu penting, tapi seorang individu berasal dari keluarga. Tidak ada yang tidak punya keluarga. Mungkin keluarga mereka meninggalkan mereka, tapi mereka tetap punya keluarga,” lanjutnya.
Sejalan dengan konsep ini, pemerintah Singapura memberikan cuti ayah, yang dibayar pemerintah, selama empat minggu mulai 1 Januari 2024.
Pemerintah juga memberikan cuti tak dibayar kepada orang tua untuk merawat bayi selama 12 hari per orang tua per tahun hingga anak berusia dua tahun.
(rds/rds)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA