Jakarta, CNN Indonesia —
Inggris disebut bakal membatasi penjualan senjata ke Israel hingga mencabut keberatan di Pengadilan Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) mengenai penangkapan terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Sejumlah sumber dari Partai Buruh Inggris mengatakan kepada Middle East Eye (MEE) bahwa dalam beberapa waktu ke depan, pemerintah kemungkinan akan mengumumkan keputusannya ini. Langkah ini bertentangan dengan pemerintah Inggris sebelumnya pimpinan PM Rishi Sunak dari Partai Konservatif yang kalah pemilu 4 Juli lalu.
Meski begitu, kata sumber tersebut, Inggris tak akan menyetop seluruh penjualan senjata ke Israel.
Kabar ini datang setelah Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy mengatakan pada pekan lalu bahwa dirinya telah meminta peninjauan menyeluruh atas kepatuhan Israel terhadap hukum kemanusiaan internasional. Ia meminta peninjauan itu di hari pertamanya menjabat.
Beberapa sumber pun mengatakan pembatasan ini kemungkinan besar berlaku bagi senjata-senjata bersifat ofensif.
“Inggris tak akan membatasi secara keseluruhan penjualan senjata mengingat serangan yang diluncurkan Houthi Yaman, Hizbullah Lebanon, dan Hamas Palestina terhadap Israel,” demikian keterangan Lammy kepada parlemen.
Sejak agresi ke Jalur Gaza Palestina berlangsung pada Oktober 2023, Inggris telah mengizinkan lebih dari 100 izin ekspor penjualan senjata, peralatan militer, dan barang-barang lain ke Israel.
Departemen Bisnis dan Perdagangan Inggris pada Januari lalu mengajukan pernyataan tertulis di Pengadilan Tinggi yang menunjukkan bahwa pemerintah telah mengidentifikasi 28 izin dan 28 permohonan izin mengenai peralatan “yang kemungkinan besar digunakan oleh Pasukan Pertahanan Israel dalam serangan di Gaza.”
Penjualan peralatan-peralatan ini kemungkinan juga akan dibatasi oleh pemerintah Inggris.
“Langkah-langkah yang mungkin dilakukan pemerintah Inggris terkait penjualan senjata ke Israel akan sangat disambut baik jika langkah-langkah tersebut memberikan pembatasan berarti terhadap penjualan senjata tersebut dan dengan cara apa pun menghambat kemampuan Israel untuk menggunakannya,” kata direktur Dewan Pemahaman Arab-Inggris, Chris Doyle, seperti dikutip MEE.
Batalkan keberatan ICC
Pemerintah baru Inggris juga diprediksi bakal membatalkan keberatan terhadap putusan ICC mengenai perintah penangkapan Netanyahu dan sejumlah pejabat tinggi Israel.
Inggris saat ini diperintah oleh sayap kiri, yakni Partai Buruh. Di bawah pemerintahan Konservatif sebelumnya, Inggris mengajukan keberatan kepada ICC terkait penangkapan terhadap Netanyahu.
Pada 10 Juni lalu, Inggris meminta ICC untuk memberikan pengamatan tertulis mengenai apakah “pengadilan dapat menjalankan yurisdiksi atas warga negara Israel, dalam keadaan di mana Palestina tidak dapat menjalankan yurisdiksi pidana atas warga negara Israel berdasarkan Perjanjian Oslo.”
Menurut argumen hukum Inggris, Otoritas Palestina tak punya yurisdiksi atas warga negara Israel berdasarkan Perjanjian Oslo, sehingga tak bisa mengalihkan yurisdiksi tersebut ke ICC untuk mengadili warga negara Israel.
Karena keberatan tersebut, ICC akhirnya menunda keputusan terkait perilisan surat perintah penangkapan Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant. ICC memberi waktu kepada Inggris hingga 12 Juli untuk mengajukan klaim penuh.
Sekarang tampaknya pemerintahan Perdana Menteri baru, Keir Starmer, tak akan melanjutkan proses tersebut, atau bahkan mungkin membatalkan kebaratan itu.
Para pejabat Partai Buruh telah diberi pengarahan beberapa hari setelah pemilu bahwa pemerintah baru yakin ICC mempunyai yurisdiksi atas Gaza.
Kendati begitu, ada laporan bahwa AS sedang melobi Partai Buruh Inggris agar tidak membatalkan argumen hukum tersebut.
Pada 15 Juli, outlet berita Israel melaporkan bahwa Inggris telah meyakinkan Negeri Zionis bahwa mereka akan mempertahankan keberatannya.
(blq/rds)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA