Jakarta, CNN Indonesia —
Ekonom Senior INDEF Faisal Basri menduga tumbangnya sejumlah pabrik tekstil selama beberapa waktu terakhir lantaran dua hal.
Pertama, industri tekstil sulit meningkatkan teknologi yang digunakan karena keterbatasan biaya.
“Perusahaan-perusahaan tekstil yang besar-besar di Jawa Barat terutama tidak mau lagi melakukan restrukturisasi mesin karena mahal, bayar PPN (pajak pertambahan nilai), bunga mahal,” katanya di Jakarta Pusat, Kamis (4/7).
Penyebab kedua adalah masuknya barang-barang impor yang murah. Belum katanya adanya penyelundupan barang dari luar negeri.
“Bayangkan dengan gadget bisa pesan sapu tangan satu biji yang impor, baju seragam Rp50 ribu tiga setel,” katanya.
Faisal mengatakan sebenarnya ada Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) yang bertugas menangani permasalahan importasi barang dumping. Namun, menurutnya lembaga tersebut hanya diam saja.
Ia pun menanggapi rencana pemerintah untuk mengenakan bea masuk sebesar 200 persen terhadap produk impor asal China. Menurutnya, pemerintah seharusnya tidak hanya menyasar produk asal Negeri Tirai Bambu.
“Enggak boleh diskriminatif hanya produk China,” katanya.
Industri tekstil dalam negeri tengah diserbu barang impor murah, terutama dari China. Akibatnya, tingkat pesanan yang masuk ke sejumlah pabrik tekstil di Indonesia terus menurun.
Imbas lesunya penjualan itu, mereka harus melakukan efisiensi, dengan salah satunya melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pekerja.
Pemerintah pun mengambil langkah untuk mengatasi kondisi tersebut. Jurus yang dikeluarkan pemerintah berbentuk peraturan menteri keuangan soal pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk sejumlah komoditas, khususnya tekstil.
[Gambas:Video CNN]
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA