Bisnis  

Kemenperin Akui RI Doyan Impor Bahan Baku Obat dari China Dkk


Jakarta, CNN Indonesia

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengakui Indonesia masih doyan impor bahan baku obat (BBO). Bahkan, porsi impornya lebih dari 90 persen.

Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Reni Yanita mengatakan lonjakan impor bahan baku obat terjadi pada 2022. China menjadi ‘toko’ utama tempat belanja Indonesia.

“Jadi, dari 2018-2023 data impor (bahan baku obat) kita menunjukkan 2018 ke 2019 penurunan, namun di 2022 kenaikan cukup tinggi. Kemudian, di 2023 terkoreksi kembali atau penurunan,” jelasnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta Pusat, Selasa (9/7).


“Selama lima tahun terakhir memang tren importasi bahan baku obat terus meningkat, dan di 2022 impornya secara keseluruhan mencapai 35.890 ton dengan nilai US$509 juta (Rp8,27 triliun, asumsi kurs Rp16.257 per dolar AS),” tambah Reni.

Ia mengatakan 45 persen barang impor tersebut dibeli dari China. Sementara itu, dua negara pemasok bahan baku obat lainnya adalah India sebanyak 27 persen dan Amerika Serikat (AS) 8 persen.

“Ketergantungan impor bahan baku (obat) lebih dari 90 persen bahan baku yang digunakan industri farmasi nasional masih harus diimpor, terutama dari China dan India,” imbuh Reni.

Reni menyebut insentif fiskal yang ada di Indonesia saat ini belum sanggup menarik investor. Oleh karena itu, tak banyak perusahaan yang mau membangun industri bahan baku obat nasional.

“Bahwa insentif eksisting, seperti insentif terkait dengan investasi: tax holiday, tax allowance, maupun super tax deduction ini belum mampu menarik investasi di industri bahan baku obat,” ungkapnya.

Mendengar penjelasan Kemenperin, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengaku stres. Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengklaim sampai naik darah mendengar penjelasan soal buruknya industri farmasi di Indonesia.

Ia juga mengaku miris dengan apa yang terjadi dengan industri tekstil di tanah air. Menurut data yang dipegang Eddy, ada 10.800 buruh tekstil mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) pada Januari 2024-Mei 2024, di mana 20 pabrik hingga 30 pabrik gulung tikar.

“Terus terang saya mendengar pemaparan ibu, saya stres, betul-betul saya stres. Saya stresnya cemas karena saya tidak menyangka bahwa industri tekstil dan industri farmasi kita begitu lemahnya. Ketergantungan kita kepada impor begitu besarnya,” ucap Eddy.

“Jadi, saya stres. Kita yang punya pasar, orang lain gak punya. Pasar kita dimanfaatkan terus-menerus, kita berbuat apa? Saya kebetulan tensi, mudah-mudahan gak naik, ternyata naik juga,” sambungnya geram.

[Gambas:Video CNN]



Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA