Denpasar, CNN Indonesia —
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali mengajukan gagasan agar Kota Denpasar dan Kabupaten Badung akan menjadi percontohan gelaran kampanye tanpa baliho pada Pilkada serentak 2024 ini.
Oleh karena itu, KPU Bali pun melakukan komunikasi dengan para pemimpin partai politik di Bali untuk ‘menggolkan’ gagasan tersebut. Ketua KPU Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan mengatakan jika disetujui oleh para pimpinan parpol di Pulau Dewata, pihaknya juga akan mempersiapkan sanksi bagi pelanggaran yang mungkin terjadi saat kampanye nanti.
“Jadi kita akan membuat kesepakatan saja di internal. Tapi kesepakatan yang berisi sanksi. Sanksi, misalnya setiap pelanggaran akan kita turunkan oleh Satpol PP atas rekomendasi Bawaslu dan diperintahkan oleh KPU untuk menurunkan baliho oleh Satpol PP,” kata dia saat konferensi pers di Denpasar, Bali, Kamis (18/7).
“Kalau dia pasang langsung kita catat, siapa yang melakukan pelanggaran akan kita umumkan di koran. Supaya masyarakat tau, bahwa ini adalah pelanggar-pelanggar kesepakatan itu dan itupun kalau mereka (parpol) mau. Tapi saya merasakan auranya kayaknya semua pemimpin-pemimpin yang sekarang ini menjaga Bali, inginnya gitu,” imbuhnya.
Ada sembilan kabupaten/kota dan pemilihan gubernur di Bali pada gelaran pilkada serentak 2024.
Lidartawan menerangkan gagasan kampanye tanpa baliho itu ditujukan untuk menjaga alam Bali. Pasalnya, kata dia, saat ini masih banyak sampah baliho dan lainnya yang menumpuk usai Pemilu 2024 sebelumnya. Selain itu, Lidartawan menegaskan tugas semua untuk menyadarkan hal untuk menjaga alam Bali.
“Kan akan dibuktikan nanti, kita yang harus bagaimana caranya menyadarkan warga kita jangan memilih pemimpin yang merusak alam Bali, saya cuman ingin itu,” kata dia.
Lidartawan lalu mengatakan Denpasar dan Badung digagas pihaknya untuk jadi percontohan kampanye tanpa baliho, karena dua wilayah tersebut sudah memiliki infrastruktur yang cukup.
“Karena infrastrukturnya [Denpasar dan Badung] memenuhi. Misalnya videotron sudah ada dan kami tidak akan menghilangkan dukungan kami untuk mensosialisasikan calon tetapi mengalihkan ke tempat lain jadi balihonya dikurangi kita, videotron-nya ditambah dan lain sebagainya,” ujar Lidartawan.
“Karena kita ingin betul memecahkan masalah, bukan menambah masalah lagi. Bayangkan saja kalau rata-rata dua saja calonnya kalau per desa dia pasang tidak mungkin dua (baliho) itu bisa ke banjar dan gang-gang-nya itu berapa sampahnya,” lanjutnya.
Selain itu, dua wilayah ini sepanjang pantauannya yang paling banyak memasang baliho dan alat peraga kampanye lainnya yang menimbulkan sampah. Selain itu tingkat kemelekan digital hingga kepemilikan gadget di Denpasar dan Badung juga sudah cukup bagus sehingga bisa ditunjang kampanye via media sosial.
“Yang paling banyak (pasang baliho) di Denpasar-Badung. Mungkin karena konstituennya banyak uangnya, pasang-pasang banyak, mudah-mudahan dengan berkurangnya di sini berkurang juga sampahnya,” katanya.
“Yang berikutnya adalah karena kita tau, karena tingkat pemilih di Denpasar dan Badung mungkin sudah cukup bagus dan hampir semua sudah mengenal gadget dan lain sebagainya, saya pikir itu sebagai acuan,” ujar Lidartawan.
Ia juga mencontohkan, sisa sampah dari baliho, spanduk, umbul-umbul kampanye di Pemilu 2024 yang lalu salah satunya di Kabupaten Buleleng, Bali, sekitar satu ton dan menumpuk di Kantor Satpol PP belum di wilayah lainnya.
“Saya belum bisa hitung karena semua ada di masing-masing Satpol PP. Silakan aja dicek di sana berapa sudah sampahnya. Kalau saya hitung-hitung mungkin di Buleleng yang saya lihat di Satpol PP Buleleng hampir satu ton,” ujarnya.
(kdf/kid)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA