Menantif Cahaya Insentif Mobil Hybrid yang Dinanti Merek Jepang


Jakarta, CNN Indonesia

Insentif untuk mobil jenis separuh listrik alias hybrid masih menjadi wacana di tingkat kementerian saat para produsen mobil listrik sudah menikmati pemberian diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen yang membuat harga jual makin murah. Suara-suara permintaan insentif mobil hybrid kini makin lantang terutama dari kalangan merek Jepang. 

Kabar subsidi untuk kendaraan hybrid sebetulnya sudah menyeruak sejak dilontarkan para jajaran pembantu presiden hingga orang nomor satu di Indonesia, Joko Widodo (Jokowi).

Pada akhir tahun lalu pemerintah memang berniat memberi insentif sebesar Rp40 juta untuk mobil hybrid, namun rencana ini tak kunjung terealisasi. Lantas pada Mei lalu Jokowi juga sempat berkomentar soal insentif mobil hybrid. Ia menyebut para pembantunya tengah mengkaji hal tersebut.

“Masih dibicarakan dengan menteri ekonomi dan perindustrian,” kata dia saat mengunjungi Periklindo Electric Vehicle Show (PEVS) 2024 di Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (3/5).

Sebelumnya Jokowi juga sempat melirik mobil-mobil hybrid saat membuka pameran Indonesia International Motor Show (IIMS) 2024 pada Kamis (15/2), salah satunya Toyota Yaris Cross Hybrid. Dari sekian banyak mobil yang dipajang, ia sempat terkesan mobil itu yang diklaim punya konsumsi BBM 1:31 dan rendah emisi.

Toyota, penjual model mobil hybrid terbanyak di dalam negeri, masih berupaya melobi pemerintah agar mobil kategori ini juga bisa mendapat insentif seperti mobil listrik.

Anton Jimmi Suwandy, Direktur Pemasaran Toyota Astra Motor (TAM), mengatakan saat ini pihaknya masih menjalin komunikasi dengan pemerintah terkait insentif mobil hybrid.

Ia berharap pemerintah memberi perhatian yang sama kepada mobil hybrid seperti mobil listrik. Saat ini produsen mobil listrik di dalam negeri seperti Hyundai, Wuling dan Chery sudah menikmati insentif diskon PPN sebesar 10 persen sehingga mobil listrik memenuhi syarat yang mereka tawarkan bisa dijual lebih murah. 

Sementara itu saat ini mobil hybrid lebih banyak ditawarkan merek Jepang. Selain Toyota, merek lain yang menawarkan mobil hybrid di antaranya Suzuki, Nissan dan Lexus.

Merek-merek Jepang di Indonesia sekarang seolah lebih mendorong mobil hybrid ketimbang mobil listrik yang jadi fokus sebagian besar merek China.

Kompleks lintas kementerian

Pengamat otomotif sekaligus akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu mengatakan sebetulnya sudah banyak sinyal positif dari pemerintah atas insentif mobil hybrid, namun terpenggal transisi pemerintahan yang baru yaitu Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

“Kita tampaknya perlu menunggu kebijakan kabinet baru November nanti tampaknya,” kata dia kepada CNNIndonesia.com, Selasa (25/6).

Ia menjelaskan beberapa kajian dan diskusi telah dilakukan untuk mengevaluasi dampak dan manfaat dari insentif tersebut.

Beberapa pihak berpendapat bahwa insentif untuk mobil hybrid dapat menjadi langkah transisi efektif menuju adopsi kendaraan elektrifikasi yang lebih luas.

Namun hingga kini belum ada pengumuman resmi mengenai kapan kajian insentif mobil hybrid selesai.

Menurut Yannes beberapa lembaga sudah selesai melakukan kajian insentif mobil hybrid. Namun kabinet sekarang masih menggodok kompleksitas aturan lintas kementerian terkait insentif ini.

Selain itu pemerintah diprediksi masih mempertimbangkan turunnya pemasukan pajak imbas digelarnya insentif mobil hybrid.

“Termasuk dampaknya terhadap industri otomotif, lingkungan, dan penerimaan negara. Kabinet berikutnya yang memutuskan pasca pelantikan Oktober,” tuturnya.

Siapa yang untung?

Lalu pihak mana yang paling diuntungkan jika insentif mobil hybrid ini bakal dilaksanakan?

Yannes menilai Agen Pemegang Merek (APM) kendaraanlah yang mendulang untung dari regulasi ini. Pasalnya harga jual kendaraan relatif lebih murah ketimbang tak ada subsidi.

“APM menjadi pihak diuntungkan oleh insentif mobil hybrid karena insentif seperti potongan harga, pengurangan pajak, atau subsidi dapat membuat mobil hybrid lebih murah lagi,” kata dia.

Ia menjelaskan mobil hybrid butuh investasi jauh lebih sedikit bagi APM dibanding migrasi sepenuhnya ke mobil listrik (EV) dengan platform baru sehingga secara instan menguntungkan para jenama kendaraan bermotor.

Sedangkan bagi pemerintah, jika mobil hybrid mendapatkan insentif pajak, maka pemerintah berpotensi kehilangan pemasukan pajak dari bisnis mobil, setidaknya dalam jangka pendek.

Lebih nahas lagi masyarakat. Ia Yannes menjelaskan kalau insentif mobil hybrid itu dilaksanakan, masyarakat hanya mendapat potongan harga namun dengan bunga yang terbilang tinggi jika dibeli dengan cara dicicil alias kredit.

“Kalau masyarakat ya seperti biasa mas bayarnya kredit demi kredit yang persyaratannya sekarang semakin banyak dan bunganya naik,” tuturnya.


Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA