Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (BGS) mengungkap kebobrokan infrastruktur kesehatan Indonesia. Dia mengatakan persoalan tenaga kesehatan tak pernah dipenuhi secara serius oleh pemerintah.
Dia mengatakan jumlah dokter umum dan spesialis di puskesmas dan RSUD tak pernah sesuai standar. Hal itu terjadi di seluruh wilayah Indonesia.
“Kekurangan ini persistent terjadi selama 80 tahun. Tidak pernah kita bicara penuhi tenaga kesehatan ini,” kata BGS dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (3/7).
BGS mengungkap 60 persen Puskesmas tidak punya jumlah tenaga kesehatan yang sama. Bahkan, ada 65 persen Puskesmas di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK) yang tak punya dokter.
Dia juga mengungkap 38 persen RSUD tak punya dokter spesialis yang cukup. Bahkan, angka itu lebih besar jika dilihat di daerah-daerah DTPK.
“Di kota-kota DTPK lebih parah lagi 63 persen, Pak, (hampir) 80 tahun Indonesia merdeka enggak pernah bisa terpenuhi,” ujar BGS.
Kemenkes merespons hal itu dengan transformasi Infrastruktur. Misalnya, dengan pengadaan alat-alat kesehatan spesialis untuk 10 ribu puskesmas dan 5 ribu puskesmas pembantu (pustu).
Pengadaan itu dibiayai oleh Bank Dunia dengan nilai US$4 miliar. Uang itu akan dibelikan alat-alat kesehatan, khususnya lima penyakit dengan tingkat kematian terbesar di Indonesia.
“Lima ini kita pilih karena kematian paling tinggi, satu, stroke kematian 300 ribu per tahun, nomor dua jantung 250 ribu per tahun, nomor tiga cancer 234 Ribu per tahun, kemudian ginjal-cuci darah dan seterusnya-hampir 200 ribu per tahun, dan ibu dan anak. Walaupun (ibu dan anak) kematiannya agak rendah masih 100 ribuan, tetapi ini kan masa depan kita,” ucap BGS.
Langkah lain yang ditempuh adalah merumuskan percepatan sekolah para tenaga kesehatan. BGS meminta perumusan itu diterapkan di semua politeknik kesehatan agar para tenaga kesehatan segera dapat dipekerjakan.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA