Jakarta, CNN Indonesia —
Muhammadiyah telah menerapkan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) dalam menentukan awal bulan Hijriah yang diluncurkan bertepatan dengan momen 1 Muharram 1446 Hijriah tahun ini.
Momen penerapan KHGT ini juga menandai Muhammadiyah meninggalkan kriteria wujudul hilal untuk penentuan awal bulan Hijriah yang telah digunakan sebelumnya.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menjelaskan dikembangkannya KHGT oleh Muhammadiyah sebagai respons terhadap isu strategis yang dirumuskan pada Muktamar 48 lalu di Surakarta.
Dalam rumusan Muktamar 48 itu, Mu’ti mengatakan KHGT untuk merespons tantangan dalam konteks keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal. Artinya KHGT tidak hanya untuk urusan-urusan ibadah khusus saja.
Ia mengatakan kompleksitas isu dalam KHGT juga beririsan dengan isu politik, baik itu di level nasional maupun global. Selain kompleks, KHGT juga menjadi isu yang dinamis ditinjau dari manhaj dan konsekuensi dari penggunaannya.
“Sehingga muncul kritik ketika mendekati Bulan Ramadan, Idulfitri, dan Iduladha selalu ada debat tahunan yang masalahnya selalu berulang. Apakah hilalnya sudah muncul atau belum?” kata Mu’ti dikutip di laman resmi Muhammadiyah.
Mu’ti berharap dengan diterapkannya KHGT ini tak lagi muncul perdebatan tahunan tersebut. Sehingga energi umat tidak terkuras lantaran masih ada urusan lain yang menunggu untuk segera diatasi.
Abdul Mu’ti memandang KHGT ini tidak hanya menjawab perdebatan tiga waktu penting umat Islam itu saja, tapi juga untuk memberikan kepastian waktu-waktu penting yang lain termasuk jadwal salat sehari-hari, perjanjian, dan seterusnya.
Ketika bertemu dengan perwakilan dari Islamic Society of North America (ISNA), Abdul menceritakan, bahwa ISNA saat ini juga menggunakan penanggalan hijriyah metode hisab.
Karena hisab memberikan akurasi kalender yang berjangka panjang, ia mengatakan ISNA dapat membuat kesepakatan dengan Sekjen PBB supaya di waktu awal Syawal PBB tidak menyelenggarakan sidang sebab umat muslim merayakan Idulfitri.
“Sidang ditiadakan pada saat Idulfitri untuk menghormati orang Islam yang merayakan Idulfitri itu. Karena itu perhitungan kalender yang menggunakan hisab itu memiliki kepastian sehingga ISNA bisa memberikan informasi kepada Sekjen PBB mengenai kapan Idulfitri, dan bisa disinkronkan dengan jadwal persidangan,” ungkapnya.
Sebelumnya Muhammadiyah menerapkan kriteria wujudul hilal ketika menentukan awal bulan hijriah. Kriteria ini mensyaratkan awal bulan Hijriah berlaku jika konjungsi atau kesegarisan matahari, bulan, dan bumi yang menandai fase baru bulan terjadi sebelum maghrib dan ketinggian bulan saat itu sudah di atas ufuk. Wilayah berlakunya kriteria ini hanya di Indonesia.
Dikutip di laman resmi Muhammadiyah, KHGT memiliki beberapa prinsip yang saling terkait dan melengkapi. Pertama, prinsip keselarasan hari dan tanggal di seluruh dunia. Konsep ini memastikan setiap hari memiliki satu tanggal di seluruh dunia.
KHGT bertujuan menghindari perbedaan dalam menetapkan momen-momen ibadah penting seperti Ramadan dan Syawal. Hal ini merespons perbedaan penentuan hari-hari ibadah yang dapat berlangsung hingga berhari-hari, yang tentunya tidak ideal mengingat pentingnya waktu dalam ajaran Islam.
Kedua, prinsip penggunaan hisab menjadi tak terhindarkan dalam merumuskan KHGT. Sebagai sebuah kalender global, KHGT haruslah direncanakan jauh ke depan dan merekonstruksi tanggal-tanggal masa lalu. Hisab memberikan kepastian yang diperlukan dalam perencanaan aktivitas manusia, berbeda dengan rukyat yang hanya memberikan hasil secara sesaat setelah pelaksanaannya
Prinsip ketiga, kesatuan matlak global mengakui bahwa penentuan hari dan tanggal haruslah bersifat universal, tidak terikat pada kawasan tertentu. Ketika hilal telah terlihat secara definitif di suatu tempat, hal itu berlaku bagi seluruh penjuru bumi. Pandangan ini menegaskan kesatuan dalam penggunaan kalender, mengingat keterbatasan keterlihatan hilal saat pertama kali terlihat di suatu tempat.
Terakhir, prinsip permulaan hari dalam KHGT mengacu pada kesepakatan internasional tentang waktu. Yakni dimulai dan berakhir pada saat tengah malam di garis bujur 180 derajat. Prinsip ini dipilih karena kestabilan dan kepastiannya, serta kemampuannya untuk mengatasi kendala yang timbul dari perubahan lokasi dan waktu terbenam matahari.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA