Jakarta, CNN Indonesia —
Musim kemarau basah 2024 yang kemungkinan terjadi akibat kebangkitan La Nina bisa digagalkan oleh fenomena Indian Ocean Dipole (IOD).
“Memandang kondisi cuaca dan musim di Indonesia, jangan hanya terfokus pada La Nina saja. Harus ingat bahwa Indian Ocean Dipole (IOD) dapat meredam itu,” ujar Eddy Hermawan, pakar klimatologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dalam webinar pada Senin (10/6), dikutip dari situs Institut Teknologi Bandung (ITB).
“Seberapa pun besarnya kekuatan La Nina, kalau oleh IOD diredam, maka tidak akan memberikan impact yang besar,” lanjut dia.
La Nina merupakan fenomena iklim yang berpusat di kawasan tropis Samudra Pasifik. Kemunculannya membuat curah hujan di berbagai negara lebih tinggi. Fenomena lawannya adalah El Nino.
Keduanya dirangkum dalam anomali ikim El Nino Southern Oscillation (ENSO).
La Nina terjadi ketika suhu permukaan laut di kawasan itu ada di bawah -0,5 derajat Celsius. Sebaliknya, El Nino ada di atas 0,5 derajat C. Suhu permukaan laut di antara itu, yakni rentang -0,5 derajat C sampai 0,5 derajat C, berarti kondisi ENSO netral.
Selain itu, ada anomali iklim sejenis yang berpusat di Samudra Hindia, yakni India Ocean Dipole (IOD).
Fase suhu negatif biasanya ditandai dengan curah hujan di atas rata-rata, dan fase positif ditandai dengan musim yang lebih kering dibandingkan rata-rata di berbagai wilayah.
Prediksi terkini
Untuk kondisi saat ini, ENSO, yang digambarkan dalam Indeks NINO 3.4, berada pada angka +0.31, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Sementara, IOD, yang diukur lewat Dipole Mode Index (DMI), ada pada posisi -0,19.
BMKG menyebut kedua fenomena itu saat ini tidak signifikan terhadap peningkatan hujan di wilayah Indonesia.
Meski demikian, ada potensi perkembangan signifikan La Nina setidaknya hingga akhir tahun ini.
Lembaga Atmosfer dan Kelautan AS (NOAA), dalam update per 15 Juli, memprediksi ENSO netral memang akan berlanjut selama beberapa bulan ke depan.
Namun, ada peluang La Nina muncul pada periode Agustus–Oktober, dengan kemungkinan 70 persen, dan bertahan hingga akhir musim dingin di belahan Bumi utara (kemungkinan 79 persen selama November 2024-Januari 2025).
Untuk IOD, beberapa model iklim memberi prediksi variatif. Badan Meteorologi Australia (BoM), misalnya, memprakirakan IOD “tetap netral setidaknya sampai awal musim semi, setelah itu prediktabilitas IOD masih rendah.”
Dalam grafik prakiraan BoM, tampak garis-garis IOD masih di atas nol pada periode Agustus hingga Desember, walau makin menurun di akhir tahun.
Faktor lain
Meski La Nina belum fix berkembang, BMKG mengungkap sejumlah faktor yang membuat sebagian Indonesia, tidak termasuk Jawa yang makin kering, masih basah saat musim kemarau ini.
Yakni, fenomena atmosfer Madden-Julian Oscillation (MJO) yang sedang berada pada fase 5 (benua maritime RI). Dia berkontribusi terhadap pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia khususnya bagian timur.
Kedua, aktivitas gelombang atmosfer Rossby Ekuatorial yang diprakirakan aktif di kawasan utara Indonesia. Ada pula gelombang Kelvin. yang diprakirakan aktif di Aceh hingga Riau.
Alhasil, wilayah-wilayah yang sepekan ke depan diprakirakan masih basah antara lain Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Kep. Riau, Jambi, Bengkulu, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara.
Selain itu, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat Daya, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua.
[Gambas:Video CNN]
(tim/arh)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA