Jakarta, CNN Indonesia —
Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada tak melarang partai politik jika tidak mengusung calon kepala daerah atau bersikap abstain pada Pilkada 2024.
Aturan tentang syarat partai politik untuk mengusung calon kepala daerah tertuang dalam UU tentang Pilkada terutama di Pasal 40. Dalam pasal tersebut, tidak ada larangan atau sanksi khusus bagi partai politik yang tak mengusung kandidat calon kepala daerah.
Pasal 40 ayat (1) itu hanya mengatur secara spesifik syarat parpol atau gabungan parpol dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pileg DPRD.
“Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan,” bunyi Pasal 40 Ayat (1) UU Pilkada.
Kemudian Pasal 40 ayat (4) UU Pilkada juga nanya mengatur parpol atau gabungan parpol hanya dapat mengusulkan satu pasangan calon.
Dihubungi terpisah, Peneliti Perludem Usep Hasan Sadikin berpendapat tak ada aturan partai dapat terkena sanksi jika tak usung kandidat di UU Pilkada.
Baginya, kondisi ini membuat tak adanya pengkondisian parpol untuk mendorong kompetisi dalam Pilkada.
“Dan itu berdampak bisa adanya calon tunggal juga di satu daerah. Dan keberadaan calon tunggal ini kan tanda enggak ada ketentuan yang memberikan sanksi untuk memaksa partai,” kata Usep kepada CNNIndonesia.com, Selasa (2/7).
Usep menilai persoalan mendasar di UU Pilkada bukan karena tak ada sanksi bagi partai jika tak mengusung kandidat. Ia mengatakan syarat pencalonan kandidat yang berat justru menjadi permasalahan utama sehingga iklim kompetitif menjadi kecil.
“Jadi masalahnya di syarat kompetisi kita yang berat. Di calon independen itu KTP sudah dukungannya harus banyak dan formatnya harus sensus, bukan sampling. Dan halus saja syarat ambang batas 20 persen jumlah kursi DPRD atau suara 25 persen,” kata dia.
Sebelumnya Dewan Pengurus Daerah (DPD) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Surakarta sempat menyatakan sikap abstain atau tak mengusung salah satu kandidat dalam Pilkada 2020 lalu.
Kala itu Pilkada Solo diikuti oleh pasangan Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa dan pasangan independen Bagyo Wahyono- Suparjo.
Pasangan Gibran -Teguh kala itu diusung oleh koalisi besar PDI-P, PAN, Golkar, Gerindra, PSI, PPP, NasDem, Demokrat, PKB, Hanura, Perindo, PBB, PKPI dan Gelora.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA