Jakarta, CNN Indonesia —
Untuk pertama kalinya dalam 40 tahun terakhir, masyarakat dapat menyimak hasil riset terbaru tentang peradaban Maek yang dikenal sebagai “Negeri Seribu Menhir”, yang merupakan kegiatan pra-event Festival Maek di Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Sumatra Barat (Sumbar) pada 17-20 Juli 2024.
Pada Minggu (14/7), pameran dan diskusi “Membentangkan Maek” resmi dibuka untuk umum mulai pukul 15.00-16.00 WIB. Pameran Maek yang dikenal menyimpan misteri terkait peradaban masa lampau di Kabupaten Lima Puluh Kota berlangsung pada 14-16 Juli, dengan pemaparan diskusi “Riset Perjalanan Maek” oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Jefrinal Arifin mengatakan, Sumbar memiliki potensi budaya besar yang bisa digali lebih dalam.
“Kita mesti merawat dan menggali potensi dari semua cagar budaya dan kebudayaan yang ada di Sumbar. Itu semua mesti dijaga dan bermanfaat bagi masyarakat,” kata Jefrinal pada Minggu (14/7).
Jefrinal memberi contoh, Bali dan Yogyakarta yang dinilai berhasil mengubah paradigma pariwisata. Kini, kedua destinasi wisata itu lebih menonjolkan sisi budaya, dan terbukti berhasil mengundang para turis sehingga menggerakkan perekonomian masyarakat.
Pada akhirnya, masyarakat setempat terdorong untuk merawat benda budaya. Jefrinal menyatakan, Maek adalah pintu pembuka paradigma. Untuk itu, Dinas Kebudayaan Sumbar siap mengembangkan hak serupa di beberapa tempat lain.
“Semoga apa yang kita usahakan di Maek, bisa memajukan kebudayaan di Sumbar,” kata Jefrinal.
(Foto: dok. BRIN)
|
Sementara, Ketua DPRD Sumbar, Supardi yang membuka pameran menyampaikan bahwa kegiatan itu penting untuk mempromosikan budaya dan pariwisata daerah.
“Kita ingin jadikan Maek sebagai perubahan paradigma. Kalau hanya keindahan alam, negara lain juga punya. Kalau Sumbar bangkit dari pariwisata, yang harus bangkit itu budayanya,” ujar Supardi.
Supardi menyebut, penyelenggaraan Festival Maek sekaligus menjadi bukti pada dunia, bahwa di Sumbar terdapat situs arkeologi yang dapat mengubah narasi sejarah.
“Selama ini kita tak acuh pada cagar budaya dari peradaban kuno ini. Baru setelah 40 tahun, untuk pertama kalinya Maek dipamerkan,” katanya.
Turut menjadi bagian dari Festival Maek, diadakan pula diskusi tentang Kebijakan Provinsi Sumatera Barat Terkait Warisan dan Pelestarian Budaya, diikuti sejumlah diskusi dengan tema yang berbeda-beda bersama pakar arkeologi dari dalam dan luar negeri sebagai narasumber pada dua hari selanjutnya.
Tema yang diangkat, antara lain adalah “Simbol dan Peradaban Kuno” oleh ahli dari Mesir; “Maek Sebagai Warisan Dunia,” oleh Guru Besar Universitas Andalas; hingga topik “Maek dan Masa Depan Peradaban” serta “Maek dan Asal Mula Bahasa Minangkabau”.
Pameran tentang peradaban Maek hadir menggambarkan lini masa awal penelitian Maek sejak tahun 1980-an, di mana pengunjung akan mendapatkan pengetahuan terbaru berkisar soal menhir dan peradaban manusia pendukungnya. Beberapa bagian kerangka manusia yang diekskavasi pada 1985 dan 1986 juga ditampilkan di pameran.
(rea/rir)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA