Jakarta, CNN Indonesia —
Wahana antariksa Voyager 2 memasuki mode hemat daya dan mematikan salah satu instrumen sainsnya. Hal ini dilakukan lantaran suplai energi Voyager 2 semakin menipis.
Wahana antariksa ini tengah melesat di angkasa dengan jarak sekitar 20,9 miliar kilometer dari Bumi.
Tim NASA yang menangani Voyager 2 mengirimkan perintah untuk menutup eksperimen Plasma Science, atau PLS, Voyager 2 pada tanggal 26 September dengan menggunakan Deep Space Network, serangkaian antena radio masif yang dapat memancarkan informasi miliaran mil di luar angkasa. PLS digunakan untuk mengamati angin Matahari.
Dalam pernyataannya pada Selasa (1/10), NASA mengatakan butuh waktu 19 jam bagi pesan tersebut untuk sampai ke Voyager 2, dan sinyal balasan diterima 19 jam kemudian.
Wahana antariksa yang sudah cukup berumur ini mulai kehabisan cadangan daya, tetapi NASA memperkirakan Voyager 2 akan terus beroperasi dengan setidaknya satu instrumen sains hingga tahun 2030-an.
Badan antariksa Amerika Serikat ini secara rutin harus menjalankan perintah untuk mematikan berbagai instrumen sains selama bertahun-tahun seiring dengan semakin menipisnya pasokan plutonium yang dimiliki wahana yang sudah berusia 47 tahun ini.
Voyager 2 diketahui memiliki tiga generator termoelektrik radioisotop yang memberi daya pada pesawat ruang angkasa dengan mengubah panas yang dipancarkan oleh plutonium yang meluruh menjadi listrik.
Namun, kata NASA, mematikan sebuah peralatan di Voyager 2 atau Voyager 1 bukanlah hal yang ideal.
“Para insinyur misi telah mengambil langkah-langkah untuk menghindari mematikan instrumen sains selama mungkin karena data sains yang dikumpulkan oleh wahana kembar Voyager sangat unik,” kata badan antariksa tersebut dalam sebuah keterangan, dikutip dari CNN.
“Tidak ada pesawat ruang angkasa buatan manusia lainnya yang pernah beroperasi di ruang antarbintang, wilayah di luar heliosfer,” tambahnya.
Instrumen eksperimen plasma sendiri terdiri dari satu set empat detektor plasma, yang dapat mengumpulkan informasi tentang aliran ion dan elektron yang dimuntahkan dari Matahari melintasi tata surya, atau biasa disebut angin Matahari. Angin Matahari mengalir dari korona, atau atmosfer luar Matahari yang panas, berinteraksi dengan planet-planet dan medium antarbintang.
Pembacaan angin Matahari ini membantu NASA menentukan Voyager 2 telah meninggalkan heliosfer pada tahun 2018.
Lebih lanjut, setelah mencapai luar heliosfer, Voyager 2 telah mengumpulkan data yang terbatas dalam beberapa tahun terakhir karena orientasinya yang relatif terhadap arah aliran plasma.
Voyager 2 diluncurkan 20 Agustus 1977 dari Cape Canaveral, Florida dengan menggunakan roket Titan-Centaur. Pada tanggal 5 September, Voyager 1 diluncurkan juga dari Cape Canaveral dengan menggunakan roket Titan-Centaur.
Voyager 1 dan 2 menjelajahi semua planet raksasa di tata surya, yaitu Jupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus selama 48 bulan, serta melihat sistem cincin dan medan magnet yang dimiliki planet-planet tersebut.
Dikutip dari JPL Voyager, pendekatan terdekat ke Jupiter terjadi pada 5 Maret 1979 untuk Voyager 1; 9 Juli 1979 untuk Voyager 2. Voyager adalah wahana antariksa manusia ketiga dan keempat yang terbang melintasi semua planet di tata surya kita.
(lom/dmi)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA