Jakarta, CNN Indonesia —
Setelah tujuh tahun, Illumination tampaknya perlu dengan serius mempertimbangkan untuk merombak tim kreatif atau setidaknya mulai mencari gagasan lain dalam mengembangkan waralaba Despicable Me.
Despicable Me 4 jelas bukan saga terbaik Despicable Me semenjak pertama kali rilis pada 2010 dan kemudian berkembang luas bagaikan jamur di musim hujan.
Sergio Pablos, Cinco Paul, dan Ken Daurio sebagai kreator waralaba ini benar-benar perlu merenung dan mencari formula baru dalam meneruskan kisah Gru serta pasukan kuning botak bernama minion.
Pasalnya, Despicable Me 4 jadi film kedua yang saya rasa tak memiliki cerita kuat dalam mengisahkan perjalanan hidup Gru dan minion setelah Despicable Me 3. Apalagi dengan berbagai informasi baru yang datang di setiap rilisan semesta Despicable Me.
Misalnya pada tujuh tahun lalu, ketika Paul dan Daurio ngide banget mengenalkan Gru memiliki saudara kembar yang karakternya sangat berbeda di Despicable Me 3. Namun nyatanya kisah tersebut tidak signifikan mendongkrak fungsi Gru sebagai pemeran utama.
Kini dalam Despicable Me 4, Daurio memilih menulis ceritanya bekerja sama dengan Mike White yang menjadi orang baru dalam waralaba ini.
Review film Despicable Me 4: Mega Minions. Konsep yang sebenarnya menarik dan kocak, tapi sayangnya tidak memiliki eksekusi cukup menarik. (dok. Illumination/Universal Pictures via IMDb)
|
Hasilnya memang ada sedikit perbaikan, setidaknya dari segi emosional. Namun sisanya tetap saja ada gebrakan yang ujung-ujungnya tidak memberikan kontribusi lebih selain daripada gimik belaka.
Saya menyinggung soal Mega Minions, misalnya. Konsep yang sebenarnya menarik dan kocak, tapi sayangnya tidak memiliki eksekusi cukup menarik.
Sebabnya, saya rasa karena waralaba Despicable Me ini terlalu banyak karakter dan gimik. Setiap film baru, pasti ada lebih dari satu karakter baru. Bukan cuma itu, karakternya juga tidak memiliki peran yang signifikan.
Dalam Despicable Me 4 misalnya. Villain baru dalam film ini setidaknya ada tiga karakter, ditambah satu protagonis, dan satu karakter ‘abu-abu’. Itu baru dari karakter manusia, belum dari kaum minion.
Sehingga, setiap film Despicable Me bagai mikrolet yang sudah terisi 4-6, tapi si sopir tetap memaksa untuk menjejalkan penumpang di dalamnya. Amat padat dan pastinya adu lutut.
Memang ada perkembangan karakter di dalam Despicable Me 4 ini selain dari unsur emosional, misalnya Gru yang menjadi semakin bijak dan dewasa. Atau highlight ke nama karakter minion lainnya. Selain itu, villain yang dihadirkan juga makin ‘ajaib’.
[Gambas:Video CNN]
Satu sisi, trio kreator memang menampilkan usaha yang sangat terlihat untuk tetap kreatif dan mencoba hal baru. Namun sayangnya, kesalahannya tetap sama, yakni gagal sadar porsi unsur baru mesti ditambahkan.
Saya pun berusaha untuk tidak membandingkan dengan waralaba animasi lainnya yang juga tayang bersamaan dengan Despicable Me 4 di bioskop. Namun mau tidak mau, saya akan sedikit melirik film tetangga.
Satu hal yang saya kagumi dari saga animasi dari Disney adalah kekuatan ceritanya. Cerita film animasi Disney mayoritas digodok dengan riset mendalam dan berbobot, dan ditampilkan dengan apik.
Memang Illumination beda karakter dan kalah pengalaman dibanding Disney. Namun hal dari Disney yang bisa dipertimbangkan oleh Illumination adalah bahwa mereka paham pesan yang ingin disampaikan dan fokus pada hal tersebut.
|
Jujur saja, hal menarik dari saga Despicable Me hanyalah para minion. Baik dalam rilisan Despicable Me ataupun di spin-off Minions, para makhluk kuning botak bodoh itu selalu jadi penghibur dan paling saya nantikan screen time-nya.
Namun harusnya tidak seperti itu, karena Despicable Me adalah kisah soal Gru dan perkembangannya. Ditambah dengan kisah Gru dalam spin-off Minions, timeline dan kelogisan cerita hidup Gru terasa jadi blur karena rumit dan tertimpa ragam aksi bodoh minion.
Meski begitu, saya mengapresiasi bagaimana White dan Daurio serta sutradara Chris Renaud berusaha keras untuk tetap “stay relevant and relate” dengan perkembangan budaya pop, terutama untuk menjangkau Generasi Z.
Mereka tampaknya sadar, rentang 14 tahun untuk 4 babak cerita sudah cukup untuk merasakan bahwa demografi pasar tak lagi sama. Ada generasi baru yang akan menjadi mayoritas dalam waktu dekat.
Hanya saja, saya kembali mengingatkan kepada trio kreator untuk tetap tahu batasan. Jangan sampai usaha tersebut bagai orang tua tak sadar usia dan trying so hard to “stay relevant” yang malah menjadi annoying.
(end)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA