Udara Jakarta dan Medan Masuk 5 Besar Terburuk di Dunia Pagi Ini


Jakarta, CNN Indonesia

DKI Jakarta dan Kota Medan masuk dalam lima besar daftar kota dengan kualitas udara terburuk pada Senin (22/7) pagi. Simak datanya.

Merujuk data platform pemantau kualitas udara IQAir, kualitas udara Jakarta masuk kategori tidak sehat dengan indeks kualitas udara (AQI) tercatat 157 poin dan konsentrasi PM2.5 mencapai 64 µg/m³. Ini menjadikan Jakarta duduk dalam posisi kelima kota dengan kualitas udara terburuk di dunia pagi ini.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, kualitas udara di Kota Medan juga lebih parah lagi. IQAir mencatat kualitas udara di Medan masuk kategori tidak sehat dengan 177 poin dan konsentrasi PM2.5 mencapai 92 µg/m³.

Jumlah konsentransi PM2.5 di Kota Medan bahkan 18,4 kali lebih tinggi dari nilai panduan kualitas udara tahunan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

PM2.5 merupakan polutan berbentuk debu, jelaga, asap berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron (sepersejuta meter).

Medan hanya kalah dari Lahore, Pakistan yang menjadi kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Kualitas udara di Lahore masuk dalam kategori tidak sehat.

Berdasarkan data IQAir, indeks kualitas udara di Lahore mencapai 185 dengan konsentrasi PM2.5 mencapai 104 µg/m³ atau 20,8 kali panduan kualitas udara WHO.

Di peringkat ketiga ada Kota Dubai, Uni Emirat Arab dengan indeks kualitas udara mencapai 174 poin dan konsentrasi PM2.5 hingga 88 µg/m³.

Berikutnya, di peringkat keempat ada Kota Kinsasha, Kongo dengan indeks kualitas udara 172 poin dan konsentrasi PM2.5 mencapai 85 µg/m³.

Sebelumnya, sebuah studi mengungkap nyaris tidak ada tempat aman di dunia ini untuk bersembunyi dari polusi udara.

Berdasarkan studi dari Monash University, hanya 0,18 persen dari daratan di dunia ini yang memiliki udara di bawah batas aman yang direkomendasikan oleh Word Health Organization (WHO) yaitu PM2.5.

Studi yang diunggah dalam jurnal Lancet Planetary Health tersebut juga mengungkapkan tingkat polusi harian di Eropa dan Amerika Utara berkurang dalam dua dekade hingga 2019.

Pemimpin studi, Profesor Yuming Guo dari Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan di Monash University, mengungkapkan timnya menggunakan banyak metode pengamatan pemantauan kualitas udara untuk mengukur PM2.5 secara akurat.

Mulai dari yang tradisional, detektor meteorologi dan polusi udara berbasis satelit, metode statistik hingga pembelajaran mesin.

[Gambas:Video CNN]

(tim/dmi)

Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA

Exit mobile version