BPJS Kesehatan dan Upaya Memanusiakan Pekerja Industri Film


Jakarta, CNN Indonesia

Belasan tahun lalu, menjadi kru film adalah sebuah pekerjaan menantang. Selain jam kerja yang bisa dari pagi bertemu pagi dan otak serta otot yang diperas, belum banyak studio atau produser yang melindungi kru dari kecelakaan atau sakit karena bekerja.

Namun kini, pihak Asosiasi Produser Film Indonesia menyebut kondisi sudah berubah. Hak dasar manusia atas kesehatan saat bekerja sebagai kru film sudah mulai banyak dipenuhi dalam bentuk asuransi kesehatan seperti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari BPJS Kesehatan.

“Sistem yang lebih simpel adalah menggunakan BPJS Kesehatan,” kata Ketua Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI) Edwin Nazir kepada CNNIndonesia.com, baru-baru ini.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keberadaan BPJS Kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dicanangkan pemerintah sejak akhir 2013 juga diakui memudahkan para produser melaksanakan tanggung jawabnya kepada para kru.

“Misalnya kami produksi selama 6 bulan, selama periode itu BPJS kru yang terlibat produksi ditanggung oleh [studio] produksi,” lanjutnya.

“Mereka tetap dengan BPJS masing-masing, tapi selama produksi ditanggung oleh tim produksi untuk iurannya. Itu cara yang sebenarnya sekarang ini diterapkan dan memudahkan teman-teman yang produksi,” lanjutnya.




Belasan tahun lalu, menjadi kru film adalah sebuah pekerjaan menantang. Selain jam kerja yang bisa dari pagi bertemu pagi dan otak serta otot yang diperas, belum banyak studio atau produser yang melindungi kru dari kecelakaan atau sakit karena bekerja. (CNN Indonesia/ Muhammad Feraldi)

Penggunaan JKN dalam industri film terjadi seiring kepesertaan program pemerintah tersebut yang makin jamak. Meski belum ada data spesifik soal kepesertaan JKN di industri film, BPJS Kesehatan mencatat pekerja lepas seperti kru film ikut berkontribusi dalam kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU).

Jumlah PBPU sendiri menyumbang 11,86 persen dari total 272,3 juta peserta JKN per 30 Juni 2024. Besaran persentase itu masih bisa bertambah jika semakin banyak kru yang mendaftar.

“Sepengetahuan saya, kalau dari diskusi-diskusi kami, hampir semua sudah memberlakukan ini,” ungkap Edwin.

“Karena biasanya sistemnya begini, kalau tidak dibayarkan asuransinya, tetapi pada saat sakit karena pekerjaan, itu kan jadi tanggung jawab produksi. Artinya produksi harus menanggung biaya rumah sakitnya juga,” lanjutnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, rumah produksi selaku pemberi kerja sebenarnya tidak wajib menanggung asuransi atau JKN kru film karena status mereka sebagai pekerja lepas.

‘Sebanding banget’

Nabela Mubarokah, seorang penulis skenario, merasakan betul manfaat keberadaan perlindungan kesehatan macam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan.

Meski tidak berada di lokasi syuting yang bisa mengalami kecelakaan kerja karena alat, pekerjaan Nabela juga terbilang tak mudah. Penulis skenario Sinemaku Pictures tersebut tetap mengalami tuntutan bekerja secara intens.

Deadline dan revisi menjadi ‘teman’ Nabela selama naskah belum tuntas. Dinamika menjadi penulis skenario membuat Nabela rentan terkena stres, mulai dari mentok mencari ide hingga mengalami writer’s block. Belum lagi kondisi fisik yang menurun akibat istirahat yang kurang.

Nabela pun merasa jaminan kesehatan via JKN sebanding dengan beban kerja yang diberikan. Pekerjaannya juga menjadi semakin manusiawi berkat komitmen syuting sehat dari Sinemaku Pictures.

“Jadi, kalau [badan] drop, enggak perlu khawatir berobat sendiri, karena ada BPJS dan jam kerja juga sudah syuting sehat. Jadi, sebenarnya tidak ada yang dikhawatirkan lagi,” kata Nabela.

“Kalau untuk jaminan keselamatannya sebanding banget, karena kami sudah dikover BPJS juga dan dikasih jaminan kesehatan,” beber Nabela.

Pengalaman Nabela itulah yang terus coba diwujudkan lebih luas di industri film. Edwin bersama APROFI tetap mendorong para produser film memenuhi jaminan kesehatan bagi kru. Ia bahkan menilai perlindungan kesehatan itu seharusnya sudah menjadi standar produksi film di Indonesia.

“Menurut saya, ini sepertinya harus menjadi standar. Supaya industri ini bisa jadi semakin profesional dan besar, jaminan asuransi seperti ini harus menjadi satu persyaratan,” ujar Edwin.

“Enggak mungkin kalau kita punya banyak sekali film kolosal dan laga, sementara setiap produksi belum ada asuransinya atau masih bahas mau pakai asuransi apa,” sambungnya.

Komitmen produser tidak cukup

Namun niat dan komitmen produser tidaklah cukup. Komitmen menjadikan industri perfilman Indonesia memanusiakan pekerjanya juga mestilah mendapatkan dukungan dari para kru yang menggerakkan produksi.

Pengamat sekaligus akademisi film Satrio Pepo Pamungkas menilai setiap kru film penting untuk menjadi peserta asuransi. Hal itu karena kepesertaan menawarkan perlindungan terhadap risiko-risiko yang terjadi di lokasi syuting.

“Semua peralatan [syuting] itu sangat berpotensi untuk menyerang kita juga, berpotensi untuk mencelakai kita, baik itu atribut kamera, rigging tripod, dan segala macam, apalagi lighting,” ungkap Satrio.




Pengamat sekaligus akademisi film Satrio Pepo Pamungkas menilai setiap kru film penting untuk menjadi peserta asuransi. Hal itu karena kepesertaan menawarkan perlindungan terhadap risiko-risiko yang terjadi di lokasi syuting. (CNN Indonesia/ Muhammad Feraldi)

Satrio pun menilai kepesertaan asuransi membuktikan profesionalisme seseorang. Kru yang profesional, ujarnya, dapat dilihat dengan kepeduliannya terhadap diri sendiri.

Mereka akan secara sukarela membekali dirinya dengan asuransi, sehingga siap ketika sewaktu-waktu mendapat panggilan bekerja. Satrio yang juga aktif menjadi produser bahkan mewajibkan kru memiliki asuransi, seperti terdaftar sebagai peserta JKN, sebelum mengikuti syuting.

Kepesertaan itu bakal memudahkan produser dalam menjamin perlindungan kru sepanjang syuting, serta membuktikan komitmen kedua belah pihak.

“Kadang aku mencari tim atau kru itu yang harus punya BPJS. Secara pribadi harus punya itu, karena itu adalah bukti dari mereka perhatian terhadap dirinya sendiri dan pekerjaan,” ujar Satrio.

“Profesionalisme mereka bekerja adalah cara menjamin dirinya sendiri untuk peduli dengan menjaga dirinya sendiri dengan jaminan kesehatan mereka. Itu adalah bukti mereka profesional,” sambungnya.

[Gambas:Video CNN]

*Tulisan ini akan diikutsertakan untuk Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan 2024 yang digelar pada Juli 2024

(end)


Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA

Exit mobile version