Cerita 1001, Kolaborator dalam Show Eddy Betty

Jakarta, CNN Indonesia

Dalam sebuah fashion show, tak jarang sebuah brand atau desainer menggandeng desainer lain untuk berkolaborasi. Sayangnya, nama para kolaborator ini jarang ditampilkan lantaran faktor popularitas yang kalah saing ketimbang brand utamanya.

Untuk karya terbarunya, desainer Eddy Betty menggandeng sebuah label sepatu lokal bernama 1001 (dibaca wan-oh-oh-wan).

Brand 1001 menjadi salah satu kejutan paling menyegarkan dalam dunia mode Indonesia saat ini. 1001 tampil sebagai kolaborator yang mencuri perhatian, terutama lewat koleksi sepatunya yang memadukan keindahan visual dan kenyamanan maksimal.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Eddy Betty sendiri dikena sebagai desainer legendaris atas rancangan-rancangan couture-nya, yang baru-baru ini juga sempat dikenakan dalam pernikahan Luna Maya.

Kolaborasi ini bukan hanya soal menampilkan sepatu di panggung mode. Bagi Kiki Siantar, pendiri dan desainer utama brand 1001, ini adalah validasi bahwa brand lokal, meskipun masih baru, mampu bersaing dan berdiri sejajar dengan nama besar.

“Ini bukan soal terkenal atau enggak. Tapi soal kesempatan untuk menunjukkan bahwa sepatu lokal juga bisa sejajar di runway,” ujar Kiki kepada CNNIndonesia.com.

Brand 1001 baru berusia sekitar satu tahun, namun sudah menempuh perjalanan yang cukup berliku.

Kiki memulai langkahnya di industri fesyen sebagai kolaborator dengan berbagai brand lain. Namun, titik balik terjadi saat ia terhubung dengan Uma Hapsari, pendiri brand Amazara yang mengalami kebangkrutan.

“Uma sempat bilang, ‘Kak, kali ini mau bener-bener ditutup saja. Nanti mulai yang baru’. Dua tahun kemudian, dia hubungi aku lagi. Kita mulai collab dan dari situ aku bikin brand sendiri,” kenang Kiki.

Berbekal pendidikan fesyen dan pengalaman bertahun-tahun dalam desain serta produksi, Kiki mulai membangun brand sepatu yang tidak hanya cantik dari segi visual, tetapi juga memiliki nilai pakai tinggi.

Produksi dilakukan dalam skala besar sejak awal. Satu model bisa langsung diproduksi dalam jumlah minimal 3 ribu pasang. Angka yang cukup besar untuk brand lokal yang masih dalam tahap awal.

“Karena kita bukan mulai dari nol banget, jadi langsung meluncur. Tapi itu juga risikonya besar. Sekali gagal, ruginya gede,” kata Kiki.

Desainer Eddy Betty menggandeng sebuah label sepatu lokal bernama 1001. (1001 & Eddy Betty)

Namun, 1001 terus berkembang. Ia bahkan menguji kualitas sepatunya secara ekstrem dengan berjalan kaki 20 ribu langkah per hari selama berlibur di Jepang, sebagai bagian dari proses uji kenyamanan.

Hasil dari dedikasi tersebut adalah sepatu-sepatu yang mampu menyatukan tiga elemen utama yang menjadi identitas dari 1001: efek melangsingkan kaki, kenyamanan yang mutlak, dan desain yang membuat pemakainya terlihat muda dan segar.

“Aku dari awal pegang banget. Sepatu harus bikin kaki kelihatan langsing. Itu harus,” tegas Kiki.

“Kalau enggak nyaman, enggak bisa terbit. Aku pecinta sepatu, dan aku tahu rasa sakit pakai stiletto yang indah tapi menyiksa. Di 1001, harus nyaman dulu baru cantik,” tambahnya.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya..

Dalam kolaborasinya dengan Eddy Betty, Kiki tidak hanya diminta membuat sepatu pendukung. Ia diberi kebebasan kreatif untuk menafsirkan tema utama dari show, ‘luminescence’, yang berarti pendaran cahaya.

Ia membaca estetika Eddy Betty yang kerap menampilkan karya dengan bentuk siluet melengkung, permainan korset, dan tekstur yang memantulkan cahaya.

 “Mas Eddy itu punya identitas kuat. Aku baca dari situ, terus kita bentuk koleksi sepatu yang bisa melengkapi visinya,” jelas Kiki.

Yang menarik, karena bukan bagian dari tim desain in-house, prosesnya penuh kejutan. Awalnya, Kiki diminta menyiapkan 35 desain sepatu untuk koleksi runway. Namun, 10 hari sebelum acara, jumlah look meningkat drastis menjadi 77. Kiki dan timnya langsung menambah produksi hingga 100 pasang sepatu.

“Langsung kita gas bikin lagi. Untung kita punya cadangan base desain yang bisa dimodifikasi cepat,” ujarnya sambil tertawa.

Meski banyak dari desain tersebut hanya untuk runway dan tidak diperjualbelikan secara umum, Kiki menyatakan bahwa ia akan merilis versi ‘turunan’ dari koleksi itu, dengan sedikit modifikasi agar lebih nyaman dan wearable.

Runway itu show. Tapi aku pengen banget bawa sepatu lokal ke level global. Bukan cuma dijual online. Tapi jadi brand beneran,” ujarnya penuh tekad.

Tak berhenti di kolaborasi dengan Eddy Betty, Kiki juga sedang mempersiapkan sesuatu yang jauh lebih ambisius, sebuah show khusus sepatu yang akan menampilkan koleksi terinspirasi dari Indonesia.

“Supaya jadi kejutan. Yang pasti, aku pengin banget kasih kesempatan buat anak-anak berbakat yang mungkin enggak punya platform,” jelas Kiki.

Ia berharap langkah ini tak hanya menjadi ekspresi artistik, tetapi juga memberi ruang bagi generasi muda dari berbagai daerah untuk menunjukkan kreativitas mereka di panggung nasional, bahkan internasional.

Visinya yang inklusif dan kolaboratif bukan hanya tentang desain, tetapi juga soal membangun ekosistem kreatif yang sehat dan saling mendukung. Ia bahkan sedang menyiapkan kolaborasi dengan seorang desainer muda yang sempat viral karena karyanya, sepatu dengan sayap kupu-kupu yang bisa mengepak.

“Kalau aku mau copy, bisa aja. Tapi kenapa harus copy kalau bisa kolaborasi? Aku bawa anak ini buat kerja bareng. Itu langkah yang benar,” katanya.

Dengan kombinasi antara kreativitas, ketekunan, keberanian berinovasi, dan semangat untuk berkolaborasi, 1001 menjadi label yang menunjukkan bahwa sebuah karya besar lahir dari kerja sama.



Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA

Exit mobile version