Jakarta, CNN Indonesia —
Jumlah pelanggaran lalu lintas yang direkam oleh sistem Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) di Jakarta tembus 10 juta per bulan. Indonesia Traffic Watch (ITW) memperkirakan jika diasumsikan tiap pelanggaran mesti membayar denda minimal Rp100 ribu maka pendapatan negara tembus Rp1 triliun per bulan.
Edison Siahaan Ketua Presidium ITW menjelaskan akumulasi Rp1 triliun itu berdasarkan data pelanggar yang diungkapkan oleh Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman.
Dalam UU No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan ada 45 Pasal tentang ketentuan pidana kurungan atau denda, tertera denda tertinggi pada Pasal 273 ayat 3 sebesar Rp 120 juta dan denda terendah pada Pasal 299 sebesar Rp100 ribu.
“Bila dihitung jumlah pelanggar di Jakarta sebulan mencapai 10 juta dengan denda terendah Rp100 ribu, maka jumlah pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari denda tilang mencapai Rp1 triliun per bulan,” kata dia dalam keterangannya, Selasa (9/7).
Pendapatan itu disorot hanya diperoleh dengan menyiapkan sebanyak 127 ETLE statis dan 10 ETLE mobile yang dimiliki Polda Metro Jaya. Ia lantas mempertanyakan bagaimana pengelolaan dana dari denda tersebut.
“Sungguh menuai banyak pertanyaan, sebab di tengah kesemrautan lalu lintas yang potensi menimbulkan beragam permasalahan, justru menghasilkan pendapatan Rp1 triliun per bulan. Lalu bagaimana pengelolaan dana dari denda tersebut,” kata dia.
Meski terbaca nilai fantastis perlu dipahami tak semua pelanggaran lalu lintas yang terekam ETLE perlu membayar denda. Barang bukti berupa foto atau video dari kamera ETLE akan divalidasi dulu oleh kepolisian, jika valid maka surat konfirmasi tilang bakal dikirim ke pemilik kendaraan yang dipakai melakukan pelanggaran.
Surat konfirmasi itu perlu ditanggapi pemilik kendaraan selama delapan hari. Pemilik kendaraan punya opsi mengonfirmasi atau membantah, tetapi jika diabaikan maka bakal dianggap melakukan pelanggaran.
Setelah mengonfirmasi maka proses selanjutnya adalah mengurus tilang sampai pembayaran denda tergantung jenis pelanggaran. Bila pilihannya adalah membantah dan alasannya diterima kepolisian maka tak perlu membayar denda.
Edison mengatakan akumulasi 10 juta pelanggaran lalu lintas itu berasal dari berbagai jenis penyimpangan seperti dijelaskan Latif di keterangan resminya. Mulai dari melawan arus, melanggar rambu, tidak menggunakan helm hingga sabuk pengaman.
Hal ini disebutnya sebagai potret nyata kesadaran tertib berlalu lintas masih sangat rendah. Kemudian kepatuhan terhadap aturan lalu lintas masih belum bertumbuh baik.
Di samping itu Edison menjelaskan maraknya penindakan tilang belum memberikan dampak signifikan terhadap ketertiban lalu lintas.
Ia meminta segera dievaluasi apabila kebijakan dan upaya yang telah lama dilakukan tak memberikan dampak di jalan raya, terlebih jumlah pelanggar terus bertambah.
“Justru muncul kesan, penindakan hanya untuk mengisi pundi-pundi PNBP dari sektor denda tilang,” kata dia.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA