Jakarta, CNN Indonesia —
Inflasi telah melonjak di Turki dalam beberapa bulan terakhir hingga mencapai 75,4 persen pada Mei 2024, terutama didorong oleh kenaikan tarif hotel, kafe, dan restoran.
Turis pun berbondong-bondong mengalihkan tujuan ke negara Eropa lain yakni Yunani, karena biaya perjalanan di Turki menjadi terlalu mahal.
“Sebenarnya, masalah ini dimulai tahun lalu ketika pemerintah Turki mengambil langkah-langkah untuk menekan mata uang asing,” kata Kıvanc Meric, selaku Ketua Dewan Perwakilan Regional Izmir dari Asosiasi Agen Perjalanan Turki (TÜRSAB), seperti dilansir Euronews.
“Hal ini menyebabkan nilai yang berlebihan terhadap lira Turki dalam kondisi inflasi. Oleh karena itu, di pasar dalam negeri, warga kami punya kesempatan pergi ke luar negeri dengan biaya lebih murah. Di dalam negeri, harga hotel masih tinggi,” lanjutnya.
Meric mengungkapkan pelaku bisnis perhotelan tidak menaikkan harga untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dan sebaliknya, tarif juga naik karena tingginya biaya.
Krisis tersebut tidak hanya berdampak pada perjalanan domestik di Turki. Meric menuturkan bahwa masalah serius lainnya adalah jumlah turis asing di Turki yang menurun.
“Meskipun Turki berada di posisi terdepan di Eropa, khususnya di cekungan Mediterania, dengan layanan dan kualitas hotelnya, Turki telah kehilangan posisi ini karena kelemahan dalam harga,” jelasnya.
Meric menggambarkan bagaimana suramnya industri perhotelan di Turki. Biasanya, pada Juli atau Agustus, tidak mungkin mendapatkan kamar hotel di resor liburan utama Turki.
Di destinasi populer di sepanjang pantai Aegean dan Mediterania, tingkat pekerjaan biasanya mencapai 90 hingga 95 persen. Namun, tahun ini hotel-hotel tersebut masih beruntung karena tingkat okupansinya mencapai 80 persen.
Hotel-hotel ini juga tidak bisa bergantung pada musim sepi. Meskipun banyak destinasi Mediterania dikunjungi wisatawan dari bulan Mei hingga Oktober, musim ramai di Turki jauh lebih singkat.
“Sektor pariwisata Turki menghasilkan uang di musim ramai, tidak menghasilkan uang pada bulan April, Mei, September, dan Oktober,” kata Meriç.
“Periode utama menghasilkan uang adalah pertengahan Juni hingga pertengahan September. Saat ini kita sudah memasuki pertengahan bulan Juli dan masih belum mencapai tingkat okupansi yang kita inginkan,” imbuhnya.
Biaya hotel mahal bukan satu-satunya hal yang menghalangi wisatawan untuk datang. Tiket masuk ke situs arkeologi yang dikelola Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata juga melonjak harganya.
“Di Turki, biaya masuk untuk situs arkeologi dihitung dalam euro. Dulu masuk ke kota kuno Efesus hanya mengeluarkan biaya 15 euro, sekarang biayanya 40 euro,” ucap Meric.
“Akibatnya, wisata budaya di Turki ikut sekarat. Pengunjung wisata budaya, terutama wisatawan dari daerah jauh, sudah mulai memilih negara lain seperti Mesir,” bebernya.
(wiw)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA