Gowok: Kamasutra Jawa menjadi salah satu film yang tayang di bioskop sejak 5 Juni 2025. Film ini akan menampilkan sebuah kisah dari profesi yang sudah ada lama dalam budaya Jawa, tapi menghilang seiring perkembangan zaman.
Gowok: Kamasutra Jawa digarap oleh Hanung Bramantyo. Hanung juga terlibat dalam penulisan naskah bersama Aci dan ZZ Mulja Salih. Film ini dibintangi Lola Amaria, Alika Jantinia, Devano Danendra, Raihaanun, Reza Rahadian, dan Djenar Maesa Ayu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sinopsis singkat Gowok Kamasutra Jawa
Gowok: Kamasutra Jawa mengisahkan perjalanan seorang gowok bernama Ratri. Ia merupakan anak angkat dari seorang gowok masyhur bernama Nyai Santi.
Suatu kali Ratri remaja bertemu dengan Kamanjaya yang merupakan anak keluarga terpandang. Kamanjaya yang akan menjalani pendidikan gowok karena jelang menikah, justru jatuh cinta dengan Ratri.
Namun hubungan tersebut kandas karena terhalang restu dan menyisakan Ratri yang sakit hati. Hingga kemudian, Ratri tumbuh menjadi gowok yang piawai seperti Nyai Santi. Suatu kali, luka masa lalu Ratri tersebut muncul kembali dan membuat dirinya berniat membalaskan dendam.
Latar belakang produksi
Gowok: Kamasutra Jawa digarap oleh Hanung Bramantyo. Hanung juga terlibat dalam penulisan ceritanya bersama Aci dan ZZ Mulja Salih. Film ini sudah mulai digarap Hanung sejak 2024.
Diberitakan Antara pada Juli 2024, Hanung mengatakan film ini mengambil referensi dari Serat Centhini, karya sastra Jawa yang terkenal, tapi pada aspek pendidikan seksual.
“Jadi kalau dibilang bahwa ini film tentang (Serat) Centhini iya, tapi bukan soal Centhini-nya seutuhnya. Kita ambil part ketika mengajarkan soal pendidikan seksual,” kata Hanung di lokasi syuting di Yogyakarta pada 9 Juli 2024.
CNNIndonesia.com sempat merilis liputan khusus soal Erotika di Sastra Serat Centhini, klik di sini.
Gowok: Kamasutra Jawa menjadi salah satu film yang tayang di bioskop sejak 5 Juni 2025. (dok. MVP Pictures/Dapur Film via IMDb)
Latar dan lokasi cerita
Gowok: Kamasutra Jawa mengambil kisah dalam rentang hingga tiga dekade. Dimulai dari pra-kemerdekaan Indonesia pada 1930-an, kemudian saat Indonesia merdeka pada pertengahan 1940-an, bergeser lagi ke pertengahan dekade 1960-an.
Dalam rentang cerita tiga dekade tersebut, Hanung berpusat pada kawasan Bumirejo, Kebumen, Jawa Tengah, dan sekitarnya. Hanung juga menyertakan unsur budaya, kelas sosial, dan bahasa yang digunakan di kawasan itu pada masa tiga dekade tersebut.
Maka dari itu, jangan heran sebagian dialog yang digunakan dalam film ini adalah bahasa Ngapak, serta menyebut sejumlah istilah pembagian administrasi wilayah pada saat itu. Hanung pun membawa sejumlah kisah yang menggambarkan polemik sosial politik di Indonesia pada tiap dekade tersebut.
Lanjut ke sebelah…
[Gambas:Video CNN]
Sejarah dan Makna Gowok
Gowok merupakan pekerjaan yang dilakoni seorang perempuan dalam budaya dan masyarakat Jawa berupa mengajarkan laki-laki yang akan menikah soal cara membahagiakan istrinya kelak.
Pekerjaan gowok ini diyakini merupakan hasil akulturasi dari China dan sudah eksis dalam masyarakat Jawa sejak abad ke-15. Tujuan dari para gowok ini adalah menjadikan murid laki-laki mereka “lelananging jagad” atau “pria yang tak ada tandingannya.”
“Jadi era 1400-an begitu, Laksamana Cheng Ho itu punya hubungan dengan raja-raja Jawa dan dia membawa seorang perempuan bernama Goo Wok Niang, itu bertugas mengajari para bangsawan terutama raja,” papar Hanung seperti diberitakan Antara.
“Pada saat itu raja kan istrinya banyak. Enggak cuma empat, ada yang 10 bahkan 12, nah gowok ini mengajari si raja ini memuaskan perempuan,” lanjutnya.
Untuk mendalami ilmu gowokan, murid laki-laki akan tinggal di pondok seorang Gowok dan kemudian belajar falsafah rumah tangga dan hubungan suami-istri, mulai dari peranan suami dan istri, hingga bagaimana memuaskan istri secara batin.
Pemuasan istri tersebut dinilai penting karena istri dipandang sebagai pasangan jiwa dari suami yang ikut memengaruhi kebahagiaan suami serta kesuksesan rumah tangga.
Secara sederhana, yang diajarkan dalam ilmu gowokan, seorang suami wajib untuk membahagiakan istri baik lahir maupun batin demi kesuksesan rumah tangga. Maka dari itu, pria yang akan menikah sepatutnya paham bagaimana membahagiakan seorang perempuan.
Karena menekuni sebagai pengajar ilmu gowokan, seorang Gowok tidak boleh menikah dan memiliki anak. Para Gowok juga biasanya adalah perempuan dewasa berusia 20 hingga 40 tahun. Tradisi ini konon menyebar di daerah Purworejo, Blora, dan kawasan Banyumas.
Kisah dan tradisi gowok itu pun hidup secara turun-temurun dalam masyarakat Jawa. Beberapa karya sastra memotret tradisi tersebut, seperti novel Gowok (1936) karya Liem Khing Hoo, dan novel Nyai Gowok (2014) karya Budi Sardjono.
Gowok Kamasutra Jawa dibintangi berbagai aktor dan aktris papan atas Indonesia. (dok. MVP Pictures/Dapur Film via IMDb)
Bunga Tyas Ningrum dan Cahyaningrum Dewojati dari Universitas Gadjah Mada dalam Autentisitas Budaya dalam Karya Sastra Peranakan Tioghoa: Gowok Karya Liem Khing Hoo pada 2023 menyebut, budaya gowok ini dinilai masyarakat Jawa sebagai tradisi adiluhung dan penting.
Bunga dan Cahyaningrum juga menyebut bahwa tradisi gowok bukan hanya soal tradisi seksual dan membahagiakan istri secara batin, tetapi juga berbagai hal yang mesti dipahami suami untuk kelak bisa membimbing istrinya sehingga rumah tangga mereka berjalan dengan baik.
Karakter dalam Gowok Kamasutra Jawa
Gowok Kamasutra Jawa dibintangi berbagai aktor dan aktris papan atas Indonesia. Berikut daftar beberapa pemain dan karakter yang mereka perankan dalam Gowok Kamasutra Jawa:
Lola Amaria: Nyai Santi
Alika Jantinia: Ratri muda
Raihaanun: Ratri dewasa
Devano Danendra: Kamanjaya muda
Reza Rahadian: Kamanjaya dewasa
Djenar Maesa Ayu: Rahayu, ibunda Kamanjaya
Ali Fikry: Bagas, anak Kamanjaya
Slamet Rahardjo: KGB Haryo, mertua Kamanjaya
Nayla D Purnama: Sri, asisten Nyai Santi dan Ratri
Gowok: Kamasutra Jawa rilis perdana pada 5 Juni 2025. Semenjak rilis, film ini sudah mendapatkan sejumlah respons dari penonton.
Pada Sabtu (7/6), Gowok: Kamasutra Jawa mendapatkan skor penonton 7,9/10 dari 24 ulasan di laman IMDb. Sementara itu, di laman Cinepoint, film ini juga mendapatkan nilai 7,8/10 dari penonton. Sedangkan di laman letterboxd, film ini mendapatkan skor akhir 3,4/5 dari 257 penilai.