Jakarta, CNN Indonesia —
Satpol PP menyegel masjid milik jemaah Ahmadiyah yang berada di kampung Nyalindung, Desa Ngamplang, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut pada Selasa (2/7) malam.
Bukan hanya satpol PP, saat penyegelan berlangsung Tim Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) yang terdiri dari Polres, Kejaksaan, MUI, FKUB, dan Bakesbangpol Garut bersama Forkopimda Cilawu juga ikut hadir.
Mereka mengklaim, tindakan penyegelan ini dilakukan dengan aman dan kondusif dan dilakkan atas dasar laporan warga atas didirikannya rumah ibadah serta aktivitas penyebaran ajaran Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAL) yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam.
“Berdasarkan hasil pemantauan diperoleh bukti permulaan yang mengindikasikan bahwa kegiatan pendirian sebuah bangunan ini dalam rangka tempat peribadatan serta aktivitas penyebaran ajaran Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang berlangsung sejak 2013-2024,” demikian Tim PAKEM yang diterima CNNIndonesia.com, Sabtu (6/7).
Oleh karena itu, sesuai dengan fakta MUI tim PAKEM langsung melakukan penyegelan dan larangan aktivias keagamaan oleh JAL di wilayah tersebut.
Pelanggaran kebebasan warga negara
Tindakan penyegelan oleh satpol PP dan tim PAKEM terhadap masjid Ahmadiyah di Garut ini menuai protes dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBI) M. Isnur mengatakan tolerasi atas umat beragama semakin mengkhawatirkan dan makin hari semakin menipis.
Penyegelan terhadap masjid Ahmadiyah ini bahkan membawa-bawa aturan yang dikeluarkan pemerintah. Padahal kata dia, tindakan penyegelan ini telah melanggar kebebasan setiap warga negara untuk berkeyakinan dan menjalankan ibadah sebagaimana diatur dalam UUD 1945 pasal 28E ayat 1 dan Pasal 29 ayat 2.
“Kami mendesak pemerintah, Presiden, KSP (Kantor Staf Presiden), Mendagri, Kemenag untuk segera turun tangan, mengatasi dan mencegah terjadinya peristiwa kekerasan dan pelanggaran hak beragama di manapun berada, yang sekarang meningkat seiring juga mau terlaksananya pilkada di 2024,” kata Isnur.
Hal sama juga diungkap Solidariitas Antar Umat Beragama (SAJAJAR). Menurut mereka apa yang dilakukan Pemkab Garut adalah tindakan yang tidak sesuai dengan koridor kewenangannya, sebab urusan agama sepenuhnya adalah kewenangan Pemerintah Pusat.
Mereka juga menolak penutupan paksa masjid, sebab SKB 3 Menteri yang dikeluarkan pada 2008 lalu tidak mencantumkn larangan pembangunan masjid dan pelarangan kegiatan Ahmadiyah. Penutupan tersebut juga tidak disertai pemberitahuan, surat tugas penyegelan, dan dilakukan pada malam hari.
“Tindakan penutupan paksa oleh Pemkab Garut melalui Satpol PP tidak berdasarkan keputusan pengadilan sehingga tidak memiliki kekuatan hukum yang sah, serta masalah agama adalah otoritas pemerintah pusat bukan pemerintahan daerah sesuai undang-undang Otonomi Daerah,” kata Koordinator Sajajar, Usman Ahmad Rizal.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA